Keuntungan Inseminasi Buatan Rp 52 Miliar

Rabu, 16 Desember 2009

Surabaya- Program inseminasi buatan tidak hanya memudahkan peternak dalam mendapatkan keturunan bagi sapinya, tapi juga meningkatkan harga jual. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro membuktikan bisa meraup keuntungan Rp 52 miliar setahun dari program inseminasi buatan.

”Salah satu program kami adalah inseminasi buatan dan ini terbukti membantu peternak,” ujar Bupati Bojonegoro, Suyoto, di sela seminar bertema Mendorong Peningkatan Usaha Pembibitan Sapi Menuju Swasembada Daging Nasional di Bank Jatim, Surabaya, Kamis (10/12).

Dijelaskannya, dalam program inseminasi buatan, kelahiran anak sapi lepas sapih untuk 26.000 ekor dengan harga masing-masing Rp 4 juta. Sehingga, totalnya menjadi Rp 104 miliar. Sedangkan bila kawin biasa harganya Rp2 juta, maksimal hasilnya hanya Rp52 miliar.

Dari selisih itu, inseminasi buatan telah memberi untung Rp52 miliar. Saat ini Pemkab Bojonegoro memang tengah fokus meningkatkan industri peternakan sapi. Hingga triwulan III-2009, populasi sapi di Bojonegoro mencapai 136.457 ekor, meningkat dari posisi 2008 yang sebesar 121.132 ekor. Pada 2007, populasi sapi di Bojonegoro hanya 93.657 ekor.

Untuk komoditas kambing, pada triwulan III-2009, populasinya mencapai 93.918 ekor, naik dibandingkan posisi akhir 2008 yang sebesar 68.901 ekor. Pada 2007, populasi kambing di Bojonegoro mencapai 66.251 ekor.

Sementara populasi domba pada triwulan III-2009 mencapai 93.918 ekor. "Kita ingin bangun Bojonegoro sebagai salah satu pusat pengembangan peternakan. Potensi untuk lahan dan sumber pakan cukup besar. Dari 223.000 hektare wilayah, 98.000 hektare di antaranya berupa hutan," tuturnya.

Untuk mendukung upaya tersebut, selain bantuan dari pemerintah pihaknya berharap industri pendukung peternakan juga ikut berkembang. Pasalnya, hingga saat ini baru sedikit yang melirik potensi bisnis ini. ”Belum banyak pebisnis yang menyediakan hijauan makanan ternak, pabrik pakan ternak ruminasi, dan pabrik pengolahan daging. Itu belum banyak dikembangkan,” ujarnya.

Selain itu, sambung dia, sejumlah potensi bisnis lainnya juga bisa dilirik, seperti pabrik pengolahan kulit sapi. ”Kita akan membuat konsep pengembangan industri peternakan yang terpadu, mulai dari pembibitan hingga pengolahan kulitnya. Jadi, tidak ada yang terbuang dari komoditas sapi,” jelasnya.

Sementara, menurut Yudi Guntara, Ketua Umum Pengurus Besar Sarjana Peternakan Indonesia, pengembangan peternakan menjadi industri atau agrobisnis masih banyak hambatan. ”Pembibitan kita masih banyak yang impor, padahal sapi bali, sapi madura sangat bagus juga,” katanya.

Selain itu, peternak saat ini masih sangat tradisional. Artinya mereka tidak menghitung keuntungan yang bisa diperoleh dari bisnis ini. ”Makanya pemerintah harus melakukan sosialisasi mengenai potensi peternakan dan membuka wawasan peternak agar bisa membuat industri sapi,” katanya.dya

SNI Wajib Jurus Pamungkas

JAKARTA - Pengusaha dalam negeri telah menyiapkan tameng terakhir dalam berupaya menekan ekses terburuk dari perdagangan bebas ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA). Bentuknya, dengan penerapan standar nasional Indonesia (SNI) wajib bagi semua produk lokal yang merasa belum siap.

Hal ini dilakukan jika skenario pertama proses negosisasi penundaan yang sedang diupayakan pemerintah berujung nihil alias tidak dikabulkannya penundaan oleh negara-negara ASEAN maupun China.

"Skenario keduanya penerapan SNI wajib dan memakai instrumen safeguard sesuai yang ada di perjanjian," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Benny Soestrisno saat ditemui di kantor Kadin, Jakarta, Kamis (10/12).

Kepala Badan Standarisasi Nasional Bambang Setyadi mengatakan, pihaknya siap-siap saja menyiapkan standar SNI bagi semua produk yang diinginkan oleh dunia usaha. "Soal wajib nggak itu kan regulator, kalau terkait produk industri, oleh Depperin. Soal laboratorium, nanti ada KAN (komite akreditasi nasional) akan mengakreditasi laboratorium mana saja yg bisa untuk pengujian produk agar sesuai standar," jelas Bambang.

Ia menjelaskan, proses pembuatan SNI jika dilakukan secara normal setidaknya memerlukan waktu 2 tahun, namun jika standarnya sudah ada di dunia internasional maka hanya tinggal mengadopsi paling cepat 6-8 bulan.



Tak Perlu Ditunda

Sementara pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Faisal Basri mengatakan, tidak perlu dilakukan penundaan perdagangan bebas ASEAN-China. Alasannya, tidak semua barang akan masuk ACFTA pada 1 Januari 2010.

"Gimana mau minta penundaan, waktunya kan tinggal sebentar lagi. Lagipula kalau diminta penundaan pasti China akan minta kompensasi lebih.” katanya.

Ia mengatakan, ada pengelompokkan produk industri mana saja yang akan dilepas 1 Januari 2010 dan beberapa tahun yang akan datang. “Ada namanya normal track 1, normal track 2, ada namanya sensitive list, dan ada highly sensitive list,” jelasnya.

Bagi industri yang masuk ketegori normal track tarif masuknya maksimum 5%. Baru di tahun 2012 semua tarif masuk 0%.

Faisal mencontohkan, industri tekstil yang berada di kategori sensitive list tidak akan menghadapi ACFTA tahun depan. “Jadi tidak ikut skim penurunan (tarif masuk) yang dimaksudkan tahun depan,” kata dia.

Bagi barang yang masuk kategori normal track baru pada tahun 2012 dikenakan tarif masuk 0%, barang masuk kategori sensitive list di tahun 2012 menjadi 20% sedangkan 2018 menjadi 0-5%, dan barang yang masuk kategori higly sensitive risk tahun 2015 tarifnya menjadi 50% bagi produk yang pada tahun 2001 tingkat tarifnya di atas 50%.

Faisal memaparkan barang-barang Indonesia yang masuk kategori sensitive list ada 304 jenis diantaranya barang jadi kulit, alas kaki, kacamata, alat musik, mainan-boneka, alat olah raga, alat tulis, besi dan baja, spare part, alat angkut, glokasida dan alkaloid nabati, senyawa organic, antibiotic, kaca, barang-barang plastik.

Sedangkan yang masuk kategori high sensitive risk ada 47 Produk diantaranya produk pertanian, seperti beras, gula, jagung dan kedelai, produk industri tekstil dan produk tekstil, produk otomotif, produk ceramic tableware. mj2

Surabaya Post online

Pemerintah Jepara Beri Pelatihan Bekas Buruh Rokok

TEMPO Interaktif, Jepara - Pemerintah Jepara memberikan pelatihan keterampilan kepada para buruh rokok yang pabriknya tutup akibat dampak kenaikan harga pita cukai yang diberlakukan bagi perusahaan kecil.

Mereka, di antaranya, mendapatkan keterampilan kerajinan kulit, seperti yang dilakukan para buruh yang tinggal di Desa Sekarjati, Kecamatan Kalinyamatan Jepara.

Puluhan buruh rokok yang kini sedang menganggur itu mendapatkan keterampilan kerajinan kulit untuk menghasilkan sarung ponsel, dompet, gantungan kunci, dan souvenir lainnya.

Mereka sebelumnya mengikuti studi banding industri kerajinan kulit ke Desa Sukaregang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, untuk mempelajari berbagai keterampilan, mulai dari penyamakan, pembuatan barang hingga jadi.

"Kami sedang merintis pembuatan dompet dan tas kulit," kata Arifin, Ketua Kelompok Perajin Kecil Sekar Jaya, Desa Sekarjati, Kecamatan Kalinyamatan Jepara, yang dihubungi Selasa (15/12). Anggota kelompok ini baru 20 orang.

Selain itu, para buruh yang terkena dampak regulasi cukai itu juga sebagian beralih menjadi buruh konfeksi, buruh kerajinan monel, dan penjual jasa. "Sekitar 25 persennya beralih usaha, sedangkan sisanya masih menganggur," ucap Masy'ad, Sekretaris Koperasi Perajin Rokok Jepara.

"Kami berharap pemerintah mengucurkan dana bagi hasil cukai untuk kepentingan mereka," ucap Masy'ad. Dulu, katanya, dijanjikan akan mendapatkan bantuan Rp 500 juta. "Tapi hingga kini, anggaran itu belum turun."

Dana bagi hasil cukai untuk Jepara tahun ini mencapai Rp 3,1 miliar. "Dana itu kami gunakan untuk pemberdayaan masyarakat yang kehilangan pekerjaan, seperti buruh rokok," ucap Herry Purwanto, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jepara.

Menurut Ketua Koperasi Perajin Rokok Jepara, Almasri, di Jepara terdapat 1.264 pabrik rokok kecil. Akibat regulasi yang menimpa pabrok rokok kecil sejak tiga tahun lalu, sekarang pabrik rokok tinggal 27 pabrik. "Itu pun hidupnya kembang-kempis," ucap Almasri. Akibatnya, 17 ribu buruhnya kehilangan pekerjaan karena pabrik tutup.

BANDELAN AMARUDDIN

50% Pekerja di industri alas kaki terancam PHK

JAKARTA: Kalangan produsen alas kaki sedang mempertimbangkan untuk merumahkan 150.000 pekerja apabila implementasi Asean China Free Trade Agreement (AC-FTA) yang mulai berlaku pada awal tahun depan justru menekan kinerja industri ini.

Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko menegaskan industri alas kaki nasional merupakan salah satu sektor manufaktur yang berpotensi mengalami tekanan berat akibat penghapusan sejumlah pos tarif bea masuk dalam implementasi liberalisasi pasar Asean-China.

"Industri alas kaki nasional belum siap menghadapi AC-FTA, sehingga ada kemungkinan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) paling sedikit 30% dari total jumlah tenaga kerja yang berkisar 500.000 orang," katanya ketika dikonfirmasi, kemarin.

Dia menjelaskan tarif bea masuk produk sepatu olahraga (sport) ditetapkan 15% dan sepatu kulit 5%. Namun, pengenaan bea masuk 5%-15% tersebut tetap berpotensi menyebabkan industri alas kaki domestik kesulitan bersaing dengan produk asal China.

"Harga sepatu lokal lebih mahal dibandingkan dengan produk China. Dari total omzet pasar domestik Rp27 triliun, sekitar 50% di antaranya diisi barang impor. Dari nilai omzet impor ini, China menguasai 90% atau sekitar Rp12,5 triliun. Apabila AC-FTA dimulai, pangsa pasar produsen lokal bisa habis," lanjutnya.

Pada sisi lain, ujarnya, penguatan nilai rupiah terhadap dolar AS semakin menekan kinerja ekspor industri alas kaki nasional.

Eddy memperkirakan ekspor alas kaki pada tahun ini sulit mencapai target sebesar US$1,8 miliar.

"Total ekspor sepanjang 2009 kami prediksi lebih rendah sekitar 6% dari target. Sampai Agustus 2009, ekspor sepatu hanya mencapai US$1,182 miliar, atau turun 6% dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$1,26 miliar," paparnya.

Untuk itu, Aprisindo meminta implementasi AC-FTA ditunda sampai kondisi industri alas kaki siap. Namun, dia mengakui upaya tersebut sulit direalisasikan mengingat perjanjian AC-FTA ditandatangani seluruh negara anggota Asean.

"Kami hanya berharap agar masalah ini bisa dicarikan jalan keluarnya oleh pemerintah sehingga industri alas kaki tetap berkembang," jelasnya.

Namun, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Departemen Perindustrian Ansari Bukhari optimistis kinerja industri alas kaki pada 2010 lebih baik dibandingkan dengan 2009 kendati AC-FTA mulai diimplementasikan.

Oleh Yusuf Waluyo Jati
Bisnis Indonesia

IMPLEMENTASI AFTA/CAFTA Indonesia Ajukan Penundaan 303 Pos Tarif

JAKARTA (Suara Karya): Indonesia akan mengeluarkan produk delapan sektor industri, mencakup 303 pos tarif, dari kesepakatan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) maupun AFTA-China (CAFTA). Untuk target itu, Departemen Perindustrian (Depperin) sudah menyiapkan rekomendasinya.
Demikian keputusan Pemerintah Indonesia menyongsong pelaksanaan kesepakatan perdagangan bebas negara-negara ASEAN (AFTA), serta antara China dan ASEAN atau CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement), Januari 2010. Indonesia akan memberi semacam notifikasi dalam negosiasi.
Sekjen Depperin Agus Tjahajana mengatakan, rekomendasi Depperin akan diperjuangkan dalam forum negosiasi CAFTA. Ada dua opsi yang diajukan, meliputi penundaan penerapan skema CAFTA atau modifikasi sejumlah ketentuan.
Delapan sektor industri yang diajukan untuk ditunda dalam CAFTA meliputi industri besi dan baja (189 pos tarif), industri tekstil dan produk tekstil (87 pos tarif), industri kimia anorganik (7 pos tarif), industri elektronik (7 pos tarif), industri furnitur/mebel (5 pos tarif), industri alas kaki (5 pos tarif), industri petrokimia (2 pos tarif), serta industri makanan dan minuman (1 pos tarif).
Menurut Agus Tjahajana, negosiasi ulang implementasi FTA dimungkinkan dan diizinkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Bahkan sesuai Article 23 ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) yang mengatur Temporary Modification or Suspension of Concessions.
"Artikel itu menetapkan, negara yang menghadapi kesulitan dalam mengimplementasikan komitmen tarif pada FTA, yang sebelumnya tidak teridentifikasi, berhak mengajukan modifikasi atau suspensi (penundaan) sementara. Kesulitan yang tak teridentifikasi ini menyebabkan kerugian (injuries) bagi industri di dalam negeri. Misalnya, penurunan utilisasi kapasitas produksi, terjadi pengurangan tenaga kerja, penurunan laba hingga tutupnya perusahaan," kata Agus di Jakarta, Selasa (15/12).
Indonesia akan mengajukan notifikasi resmi kepada Dewan AFTA, 180 hari sebelum berlakunya modifikasi atau suspensi sementara. Negosiasi untuk mendapatkan persetujuan Dewan AFTA butuh waktu satu semester (180 hari).
Sejalan dengan implementasi CAFTA Januari 2010, Menteri Keuangan tengah menyiapkan ketentuan penurunan tarif. Untuk produk di luar delapan sektor industri yang ditunda, akan berlaku skema tarif AFTA dan CAFTA yang pada 2010 masuk dalam kategori normal track 1 (NT1).
Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan, Edy Putra Irawadi, mengatakan, dari sekitar 2.528 pos tarif (12 sektor industri) yang masuk implementasi AFTA dan CAFTA, hanya 303 pos tarif yang belum siap.
Meski demikian, menurut dia, penundaan 303 pos tarif tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan AFTA dan CAFTA, karena kesepakatannya sudah ditandatangani semua anggota ASEAN dan China. "Tidak akan ada penundaan. FTA tetap jalan," kata Edy.
Pemerintah akan mengirim surat pemberitahuan penundaan 303 pos tarif kepada anggota ASEAN dan China. Juga akan dicari modifikasi dan kompensasi sebagai pengganti sektor yang ditunda untuk negara-negara lainnya.
"Sekarang mereka (negara-negara ASEAN lainnya dan China) sedang mencari kompensasi untuk komoditas lain. Tergantung inisiatif prinsipalnya," tuturnya. (Andrian)

Suara Karya Online

5 Cabang industri diprediksi tumbuh negatif

JAKARTA (bisnis.com): Depperin menyatakan sebanyak lima cabang manufaktur strategis penyerap lapangan kerja pada kuartal IV diprediksi tumbuh negatif.

Berdasarkan kajian terakhir yang diterima Bisnis hari ini, kelima cabang itu adalah industri tekstil barang kulit dan alas kaki (-2,84%), barang kayu dan hasil hutan (2,15%), semen dan barang galian nonlogam (-2,76%).

Penurunan pertumbuhan terbesar pada kuartal pamungkas ini diprediksi akan dicapai oleh cabang industri logam dasar besi dan baja sebesar -8,24% atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal III sebesar -7,19%.

Industri alat angkut mesin dan peralatan diprediksi juga masih tertekan dengan pertumbuhan -5,88% atau lebih tinggi terhadap kondisi kuartal III sebesar -5,35%.

Pada kuartal III/2009, industri tekstil barang kulit dan alas kaki masih tumbuh -0,76%, barang kayu dan hasil hutan (-1,98%), semen dan barang galian nonlogam (-2,88%).

Depperin juga memperkirakan ekspor 12 industri manufaktur utama hingga akhir 2009 merosot 6,78%. Ke-12 industri itu antara lain pengolahan minyak sawit mentah (CPO), besi baja, mesin dan otomotif, tekstil, pengolahan karet, elektronika, pulp dan kertas, pengolahan kayu, kimia dasar, dan makanan olahan. (tw)

oleh : Yusuf Waluyo Jati
Bisnis Indonesia online

Uni Eropa mungkin akan Masih Menerapkan Bea Masuk untuk Alas Kaki dari Cina & Vietnam

Minggu, 25 Oktober 2009

"Komisi Eropa sepertinya akan mengajukan perpanjangan 15 bulan terhadap bea masuk untuk sepatu buatan Cina dan Vietnam", demikian kata diplomat Uni Eropa, ditengah tentangan dari perusahaan-perusaha an sepatu terkemuka dan banyak pemerintahan negara-negara di Eropa.

Komisi ini beralasan bahwa perusahaan-perusaha an sepatu dari Cina dan Vietnam mengirimkan produknya ke Uni Eropa pada harga rendah yang tidak riil, khususnya dibandingkan dengan harga sepatu dari negara-negara berkembang lainnya seperti India, Brazil dan Indonesia.
Komisi ini juga berpandangan bahwa bea masuk yang cuma 16.5% terhadap sepatu-sepatu dari Cina dan 10% untuk yang dari Vietnam hanya membebani pembeli di Eropa 1.50 euro per pasang.

Korporasi global seperti Adidas dan salah satu pemasok utamanya, Yue Yuan Industrial Holding ( produsen sepatu berbasis di Hong Kong) berjuang keras untuk mengakhiri bea masuk yang diterapkan pada Oktober 2006 dan direncanakan berakhir tahun lalu. Tetapi pada Juni 2008 pabrik-pabrik sepatu Eropa meminta Komisi ini memperpanjang bea masuk dan ternyata dikabulkan.

Proposal dari Komisi ini akan disebarkan kepada pembuat sepatu dan pengimpor-pengimpor sepatu besar pada 9 Oktober 2009, demikian tutur pejabat resmi Uni Eropa. Hal ini akan didiskusikan dalam pertemuan pakar-pakar ekonomi Uni Eropa pada bulan November dan harus disetujui oleh Dewan Eropa (European Council). Apabila butir-butirnya telah jelas, peraturan ini akan mulai ditetapkan pada awal Januari 2010.

Masih belum jelas apakah Dewan Eropa akan menyetujui perpanjangan waktu untuk bea masuk ini atau tidak.
Pembuat-pembuat sepatu yang cenderung memiliki skala usaha kecil dan menengah terkonsentrasi di negara Italia, Portugal, Rumania, Spanyol dan Polandia. Pemerintahan- pemerintahan di negara tersebut, dan beberapa dari yang lain mendukung perpanjangan bea masuk tersebut, tetapi banyak negara Uni Eropa yang lain menentangnya. Bea masuk diterapkan pada sepatu kulit, di mana sepatu-sepatu jenis sneakers tidak termasuk.

Lebih dari satu dekade yang lalu, eksporter dari Cina dan Vietnam terpangkas pangsa pasarnya di Uni Eropa oleh pembuat sepatu dari Eropa, di mana telah mengalami penurunan menjadi 40-45% dari yang semula 60% pada tahun 2001. Pendukung bea masuk mengatakan bahwa ini untuk menghindari penurunan pangsa lebih lanjut bagi pembuat-pembuat sepatu dari Eropa. Kasus ini menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah Cina mengingat berjuta-juta rakyat Cina dipekerjakan di industri alas kaki. Sekitar 250.000 orang Eropa bekerja di industri produk kulit, yang sebagian besar bekerja di industri pembuat sepatu.

oleh : Aji Susilo
Diterjemahkan dari www.leathermag. com edisi 9 Oktober 2009.
Sumber : Dow Jones newswires

Penyamakan Kulit di Jawa tahun 1817

Jumat, 23 Oktober 2009

Agung Wicaksono*

Penduduk Jawa, seperti juga penduduk wilayah lain, telah mengenal teknik penyamakan kulit sejak dahulu kala, tetapi teknik penyamakan yang lebih kompleks dan lebih kuat hanya dikenal lewat interaksinya dengan bangsa Eropa. Saat ini teknik penyamakan kulit telah maju. Ada dua jenis pohon yang kulit pohonnya biasa digunakan untuk menyamak, yaitu jenis tumbuhan di pantai dan jenis lain tumbuh di pedalaman. Kedua jenis pohon ini dan tambahan pohon jenis lain menghasilkan bahan penyamak nabati yang berkualitas baik. Kulit yang telah disamak dibuat sepatu, kantong, pelana, keperluan berkuda, dan lain-lain. Pembuatannya ada dibeberapa distrik, terutama di Surakerta, dimana harganya cukup murah dan jenisnya banyak. Teknik pembuatannya tidak lebih buruk dari penyamakan di Madras dan Bengali. Harganya tidak mahal, sepasang sepatu harganya sekitar setengah crown (mata uang Inggris) sepasang sepatu boot seharga 10 shilling, satu pelana 30-40 shiling, dan satu set perlengkapan berkuda untuk empat ekor kuda, harganya antara 10-12 pounds. Sumber : The History of Java karangan Thomas Stamford Raffles (1817), terjemahan Eko Prasetyoningrum dkk, Narasi Yogyakarta hal 109.

*) Agung Wicaksono
Staf pengajar jurusan Kriya Seni
Fakultas Seni Rupa
Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Direktori Industri Kulit dan Produk kulit

Kamis, 17 September 2009

PT.ECCO INDONESIA
jl.Raya bligo No.17, candi-Sidoarjo JATIM
Tlp: 031-8964555
Web: www.ecco.com
perusahaan di bidang kulit dan sepatu

PT.MASTROTTO INDONESIA
Kawasan industri sentul
Jl.Lintang Raya F4-F5
SENTUL,BOGOR 16810
perusahaan bergerak di bidang kulit

PT.Allsports 78
Jl.RSC VETERAN NO.4
BINTARO,JAKARTA SELATAN
Tlp: 021-7362230
Perusahaan bergerak di bidang trading sepatu dan alat olahraga

PT.CARVIL ABADI
PERGUDANGAN NILA KANDI
MUARA BARU,JAKARTA UTARA
Tlp : 0216621529
Web :www.carvil.com

Sukses Jaya Abadi, CV
Ds Candiharjo, Kec Ngoro Mojokerto Jatim
Komoditi: Sepatu
Telp:0321-619742

Aggiomultimex Incorp, PT
Jl. Imam Bonjol No 88 RT 01 RW 05, Kel. Bojong Jaya, Kec Karawaci Tangerang Banten Tangerang Komoditi: Alas Kaki (Trading)
Telp: 021-55763888

Sepatu Mas Idaman, PT
Office: Chase Plaza Tower Lt. 22, Jl. Jend Sudirman Kav. 21, Jakarta Factory: Jl. Sukaraja Kp. Cijujung, Desa Pasirlaja, Kec. Sukaraja Bogor Jabar
Komoditi: Sepatu

Nature House, CV Ruko Taman Jati Blok A I / 4 Kel Periuk, Kec Periuk, Tangerang Jabar Komoditi: Sandal,
Tas Telp: 021-5514567

Prima Inreksa Industries, PT
Jl. Industri Raya Km.8 No.8, Kel. Bunder, Kec.Cikupa Tangerang Banten
Komoditi: Sepatu
Telp: 021-5901939

PRIMARINDO ASIA INFRASTRUCTURE TBK, PT.
INDUSTRI SEPATU OLAHRAGA Bandung Jawa Barat

SINAR AMARIL FACTORY LTD., PT.
INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT Semarang Jawa Tengah Demak

SINAR GUNUNG MASJAYA, CV.
INDUSTRI PENGERINGAN KULIT IKAN PARI Medan Sumatera Utara

FENG TAY INDONESIA ENTERPRISES, PT.
INDUSTRI SEPATU OLAHRAGA Bandung Jawa Barat

ALIAN RUSWAN, UD.
INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT Medan Sumatera Utara

DHAYA TUHUMITRA, PT.
INDUSTRI ALAS KAKI Bandung Jawa Barat

LEZEN INDONESIA, PT.
INDUSTRI SEPATU OLAHRAGA Sidoarjo Jawa Timur

SEHO MAKMUR INDUSTRI, PT.
INDUSTRI ALAS KAKI UNTUK KEPERLUAN SEHARI-HARI Jakarta Selatan DKI Jakarta

AMARA FOOTWEAR, PT
JL.KAMURANG KOMPLEK CCIE A5-8 CITEUREUP BOGOR JABAR
KOMODITI: SEPATU
TELP: 8754353 EXT.107

ARTISAN JAYA INTERNUSA MAKMUR, PT
JL.RADEN INTAN NO.105 ARJOSARI MALANG JATIM
KOMODITI: SHOES

BITUNG UTAMA, PT
JL. GUNUNG KENCANA RT/RW:14/04 DS. KADU AGUNG TIMUR RANGKAS BITUNG BANTEN SANDALS / SLIPPERS

BUMI MEGAH PERKASA,PT
JL.RAYA MAUK KM 2 PABUARAN TUMPENG TANGERANG BANTEN
SEPATU
021 5535350/49

CIPTA TRAMPIL MAKMUR, PT JL. RAYA SERANG KM. 18 BOJONG, CIKUPA - TANGERANG 15710
SHOES
021-59400041/0818662168

DALIM FIDETA KORNESIA PT
JL. SULAWESI BLOK D 42 KBN CAKUNG JAKARTA DKI JAKARTA
KOMODITI:SEPATU
021-44820910 07

EDWARD FORRER
JL. VETERAN NO. 44/DAGO NO.151 DPN HOTEL PATRAJASA/KOPO BIHBUL 20-22 B BANDUNG JAWA BARAT
ALAS KAKI
022 4200634/2532023

PURNAMA MANDIRI,PT
JL.RAYA SERANG KM.14 TANGERANG BANTEN DESA PASIR GADUNG RT.01/01 CIKUPA SEPATU
021 5963712/1618

KINGS, PT
TANJUNG UNCANG BATAM KEP. RIAU BATAM KEPRI
SHOES
0778-392777

SATRINDO UTAMA MAKMUR, PT
JL AMBAK SAWAH NO.3 SIDOARJO JATIM
SEPATU
031-8686568

KORYO INT'L INDONESIA, PT
JL. RAYA PASAR KEMIS KM3, DS. PASIR JAYA JATIUWUNG, TANGERANG TANGERANG BANTEN
SHOES
021-5900283(742) 25)

PRESTASI IDE JAYA, PT.
INDUSTRI SEPATU OLAHRAGA Sidoarjo Jawa Timur

PT.SUNG HYUN INDONESIA(SHOES PRODUCTION)
Dsn.Pajejeran,Ds Gunung Gangsir,Kec.Beji,Kab.
Pasuruan
Jatim-Indonesia.


Tlp.0343.659901-03,fak.0343,659905.Email.director choism@yahoo.co.id
Contact Person CHOI SUNG MAN position Director

PT.Pei hai Wiratama Indonesia(SHOES/SANDAL PRODUCTION)
Jln.Raya mojoagung km 71,jogoloyo,peterongan Jombang
Tlp.0321.496245-47,fak.0321.496249
Contact Person Aci chen position Director

Depperin Usulkan Tarif Baru Pajak Ekspor Kulit Mentah

Kamis, 10 September 2009

JAKARTA. Demi mendorong ekspor produk berbahan baku kulit, pemerintah mempertimbangkan untuk menaikkan tarif pungutan ekspor (PE) kulit mentah. Kalau semula, PE kulit mentah hanya 15%, kini Departemen Perindustrian mengusulkan tarif PE baru sebesar 25%.

Kini, Departemen Perindustrian (Depperin) sebagai pengusul kebijakan, tengah menggodok usulan itu bareng Departemen Perdagangan (Depdag) yang berwenang menetapkan besar kecilnya tarif PE.

Direktur Industri Aneka Depperin Budi Irmawan menyebut, para produsen sepatu, tas, maupun barang-barang berbahan baku kulit di luar negeri memang mengakui kualitas kulit dari Indonesia. Padahal, kebutuhan produsen dalam negeri terhadap bahan baku tersebut juga masih tinggi.

Buktinya, Budi mencatat, dalam setahun setidaknya produsen produk dari kulit dalam negeri membutuhkan sekitar 100.000 ton kulit untuk diolah menjadi sepatu, tas, gesper, maupun barang lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pengusaha dalam negeri masih mengimpor 40%-nya. Padahal impor kulit mentah terkendala prosedur karantina yang butuh waktu setidaknya sebulan.

Kondisi ini tentu mengganggu proses produksi. "Jadi kami usulkan PE naik jadi 25% untuk menekan ekspor kulit mentah. Kulit kita, kan, bagus sehingga banyak produsen luar negeri suka. Padahal, kita kan mau mengembangkan industri kulit disini. Jadi, kami menahan ekspor agar produk jadi dari kulit dalam negeri tambah banyak, "kata Budi, Selasa (15/4).

Andarias H. Ginting, Kasubdit Program Direktorat Industri Aneka Depperin menyebut, volume ekspor kulit mentah sejak 2004 hingga Oktober 2007 sudah menurun. Pada 2004, volume ekspor kulit mentah sebesar 243,4 ton. Pada 2005 turun jadi 135,4 ton. Pada 2006 turun drastis jadi 41,3 ton dan sampai Oktober 2007 tinggal 21 ton saja.

Angka ini berbanding terbalik dengan angka impor kulit mentah yang justru menunjukkan peningkatan. "Itu menandakan industri dalam negeri tumbuh, "yakin Andarias.

Gentur Putro Jati



Harian Kontan, 16 April 2008

500 PENYAMAK KULIT DI SUKAREGANG GARUT GULUNG TIKAR

Garut, (PR).-
Sekitar lima ratus perajin penyamakan kulit Sukaregang Kelurahan Kota Wetan Kec. Garut Kota gulung tikar. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, penyamak tersebut beralih menjadi tukang ojek.

Keterangan yang dikumpulkan "PR" Kamis (19/3) kemarin menyebutkan, bangkrutnya para penyamak kulit tersebut karena terimbas krisis global, yang hingga saat ini masih dirasakan dampaknya oleh para penyamak, terutama penyamak kulit kelas menengah ke bawah.

Menurut Hilman Kusuma (33), penyamak kulit di Kampung Gagak Lumayung Kel. Kota Wetan Kec. Garut Kota, usaha penyamakan kulit yang diwariskan orang tuanya itu kini tidak lagi bisa dilanjutkan karena jasa sewa mesin untuk proses produksi penyamakan kulit di kawasan itu naik hingga 40 persen.

"Biaya sewa mesin untuk proses penyamakan yang dikoordinasi oleh para pengusaha besar di Sukaregang meningkat dari harga biasanya Rp 95.000,00 untuk pencelupan kulit atau sekitar dua belas jam dengan kapasitas seratus lembar kulit domba, dan kini menjadi Rp 150.000,00. Sementara itu, pengovenan dari harga Rp 150.000,00 menjadi Rp 200.000,00," katanya.

Selain itu, harga obat-obatan untuk proses penyamakan kulit, lanjut Hilman, secara keseluruhan obat itu harus diimpor dari luar negeri. Dengan demikian, harga obat-obatan tersebut disesuaikan dengan harga dolar.

Ditambahkannya, selain obat-obatan yang terus melambung tinggi, bahan baku kulit mentah (kulit domba-red.) selain sulit didapat, harganya pun terus melonjak dari Rp 35.000,00 per lembar kini mencapai Rp 60.000,00 hingga Rp 70.000,00 per lembar.

Sementara itu, harga kulit setelah proses penyamakan masih tetap di kisaran Rp 4.5000,00 per kaki sehingga banyak perajin yang terus merugi dan akhirnya harus gulung tikar, terutama perajin penyamak kalangan bawah.

"Penyamak seperti saya ini jangankan untuk mengambil keuntungan, untuk kembali modal saja masih jauh sehingga kami tidak lagi bisa beroperasi untuk penyamakan alias gulung tikar," katanya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, kini ratusan penyamak kulit Sukaregang banyak yang berpindah profesi yakni sebagai tukang ojek di kawasan Jln. Sudirman dan Gagak Lumayung.

"Sebab untuk merajut kembali usaha penyamakannya itu membutuhkan modal yang tidak sedikit, namun hasilnya belum tentu menguntungkan," tutur Hilman. (A-14)***

Sumber: Harian Pikiran Rakyat, Jum'at 20 Maret 2009

Pemprov Sulsel Bangun Industri Penyamakan Kulit

Rabu, 09 September 2009

MAKASSAR--MI: Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bersama dengan Pemerintah Kota Makassar akan membangun industri penyamakan kulit di Tamangapa Antang, Makassar.

"Penandatanganan MoU (nota kesepahaman) dengan Pemkot Makassar melalui Departemen Perdagangan telah kami lakukan," kata Kepala Badan Pengembangan SDM dan Aparatur (BPSDMA) Pemprov Sulsel, H. Jufri Rahman di Makassar, Senin (31/8). Pembangunan industri ini memang menjadi kebijakan khusus Gubernur Sulsel yang meminta setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) membangun industri kecil berskala rumah tangga di Sulsel.

Dalam kerja sama itu, BPSDMA Sulsel akan menangani Instalasi Pengelolaan Air Limbah yang diperkirakan membutuhkan anggaran sekitar Rp500 juta-Rp1 miliar. Sedangkan Pemkot Makassar menyiapkan lahan seluas lima hektare di kawasan Antang, Makassar.

Menurut Jufri, industri penyamakan kulit yang akan mengubah kulit mentah menjadi kulit jadi ini akan menyerap kulit yang dihasilkan Rumah Potong Hewan (RPH) Makassar. "Selama ini kulit yang dikeluarkan RPH mencapai 75 lembar per hari. Biasanya, prosesnya hanya digarami yang kemudian dikirim ke Magetan dengan harga jual hanya Rp15.000/kilogram," ungkapnya.

Sementara pengelolaan dengan industri penyamakan kulit ini akan memberikan nilai jual yang jauh lebih tinggi yakni mencapai Rp80.000 per feet dengan ukuran 30 x 30 centimeter. Departemen Perdagangan juga akan memberikan bantuan mesin penyamakan kulit senilai Rp3 miliar untuk mendukung pembangunan industri ini. (Ant/OL-04)

© 2004 - 2009 MediaIndonesia.com

Teknologi Pembuatan Kulit Abad Petengahan

Jumat, 28 Agustus 2009


Perdagangan barang-barang terbuat dari kulit begitu meluas di pertengahan abad ke-13M


Selain dikenal sebagai produsen tekstil terkemuka, peradaban Islam di kekhalifahan juga sangat masyhur dengan aneka produk kulit. Sejatinya, manusia telah mengenal dan menggunakan kulit jauh sebelum industri tekstil berkembang. Tak heran jika proses pengubahan kulit mentah (skin) menjadi kulit (leather) pun berkembang di setiap peradaban.

''Sejak abad ke-5 H atau 11 M, para perajin Muslim telah berhasil meningkatkan teknik pabrikasi atau pembuatan kulit,'' ungkap Ahmad Y al-Hassan dan Donarld R Hill dalam bukunya bertajuk Islamic Technology: An Illustrated. Bahkan dari merekalah muncul sejumlah kumpulan praktik-praktik pengerjaan kulit yang sudah terbukti keandalannya.

Menurut al-Hassan dan Hill, teknologi pembuatan kulit yang dikuasai para perajin di kota-kota besar Islam telah ditransfer kepada peradaban Barat. Sejak abad ke-11 hingga 19 M, prinsip dasar produksi kulit masih menerapkan teknik-teknik yang dikembangkan masyarakat Muslim di era keemasan.

Industri kulit tumbuh sangat pesat di beberapa negeri Islam. ''Bahkan ada negeri Islam yang mampu mengekspor aneka produk kulit dalam jumlah yang sangat besar,'' tutur al-Hassan dan Hill. Menurut al-Hassan, sentra produksi pembuatan kulit yang paling penting di dunia Islam adalah Yaman. Selain itu, ada beberapa kota lainnya seperti al-Tha'if di Hijaz serta Kordoba dan Maroko.

Kairo juga tercatat sebagai sentra perdagangan dan pabrikasi kulit. Sebenarnya, kata al-Hassan, hampir seluruh kota di dunia Islam memiliki industri kulit. ''Sungguh perdagangan barang-barang terbuat dari kulit begitu meluas di pertengahan abad ke-13 M,'' imbuh al-Hassan, seorang sejarawan sains Arab pada Universitas Toronto.

Industri kulit menjadi sumber pendapatan bagi kota-kota Islam. Pada abad ke-13 M, pajak yang ditarik dari industri penyamakan kulit di kota Aleppo tercatat melebihi jumlah total pajak dari industri-industri yang lain. Menurut al-Hassan, dunia Islam di era kejayaannya telah mampu memproduksi aneka produk dari kulot seperti; garmen, sandal, sepatu dan boot, tas, kantung, wadah air, emper, saringan, instrumen musik serta banyak lagi.

Al-Hassan mengungkapkan, sebagian besar keahlian dan keterampilan membuat produk-produk kulit itu telah diklasifikasikan dalam manual para muhtasib yang mengontrol mutunya. Dalam kitab Ma'alim Al-Qurba (Tugas Muhtasib), dicontohkan, seorang muhtasib bertugas untuk memberi instruksi serta mengontrol kualitas alas kaki, dan spesifikasinya. Bahan kulit yang digunakan pun dipilih secara ketat, yakni kulit yang telah disamak dengan baik.

"Mereka akan memberi peringatan bila penyamakan kulit dilakukan secara tak sempurna. Selain itu, muhtasib juga akan menetapkan kualitas dan jenis benang hingga jarum yang akan dipakai,'' papar al-Hassan dan Hill. Tak heran, jika kulitas aneka produk kulib buatan peradaban Islam dikenal sangat berkualitas. Itu karena pembuatannya dilakukan secara profesional.

Menurut al-Hassan, salah satu produk penyamakan Arab yang paling terkenal adalah selempang kulit dari Cordoba, Andalusia. Menurut al-Hassan, popularitas selempang dari Cordoba sangat dikagumi dan dikenal di seluruh benua Eropa. Selempang itu sudah mulai diproduksi sejak abad ke-5 H atau ke-11 M. Pengrajin kulit Muslim menggunakan kulit mouflon sebagai bahan dasarnya.

Al-Hassan dan Hill mengungkapkan, mouflon adalah kulit sejenis domba berbulu dengan tanduk seperti biri-biri dan kulit seperti rusa jantan -- kini hidup di Korsika dan Sardinia. Menurutnya, orang-orang Spanyol menggunakan prosedur yang berbeda untuk membuat barang-barang kulit.

Ada yang memproses penyamakan nabati dengan menggunakan sumac dan ada pula penyamakan mineral menggunakan tawas. Saat itu, produk kulit yang sangat berharga berwarna merah tua. Prosesnya didapat dari penyamakan dengan tawas, kemudian menyelupnya dengan bahan yang berasal dari genus Kermes.

Selain itu, industri alas kaki seperti sepatu dan sandal juga merupakan industri termasyhur saat itu. Misalnya dari Kordoba, teknik-teknik khusus yang mencakup penyamakan mineral, penyamakan dengan sumac atau kombinasi keduanya, dan proses akhir menggunakan minyak. Industri itu kemudian menyebar ke Maroko.

Dari kedua kota Islam itu, rahasia kerajinan kulit itu mulai tekuak dan menyebar hingga Eropa. "Tatahan 'cordovan' dan 'morocco' yang digunakan pada sebagian barang kulit Eropa menyimbolkan alih teknologi itu. Teknik itu masih tetap dipakai hingga abad ke-19," kata al-Hassan dan Hill. dessy susilawati

Proses Pembuatan Kulit

Mengolah kulit mentah menjadi kulit yang dikembangkan peradaban Islam memerlukan beberapa tahapan. Dalam manuskrip-manuskrip Arab tercatat ada tiga tahapan yang harus dilalui. Ketiga tahap pembuatan kulit itu antara lain, persiapan kulit mentah untuk disamak, setelah itu dilakukan penyamakan, terakhir proses finishing kulit yang telah disamak.

Persiapan Kulit
Kulit mentah atau jangat yang akan dibuat kulit harus dibusukkan. Namun proses pembusukan ini harus ditunda dulu dengan menggunakan garam yang kita kenal sebagai bahan pengawet. Garam ini kemudian ditaburi di atas jangat, setelah itu dijemur di bawah terik matahari. Setelah jangat tersebut kering lalu dibawa ke penyamak. Se telah itu, jangat direndam dengan air untuk menghilangkan kotoran hewan, tanah dan zat albumin.

"Lalu jangat tersebut direaksikan dengan kapur untuk membuka teksturnya dan melunakkan rambut-rambut yang menempel, kemudian rambut ini dihilangkan dengan kerokan khusus berbentuk cekung berujung tumpul," jelas al-Hassan dan Hill.

Sisa daging yang mungkin masih melekat pada jangat tersebut, harus dibersihkan dengan pisau daging bergagang dua yang dirancang khusus. "Penghilangan daging ini ada kalanya memerlukan aplikasi perlakukan khusus yang disebut 'swelling' (pembengkakan),'' ungkap al-Hassan dan Hill.

Seperti dijelaskan di atas, teknik persiapan ini sangat bervariasi tergantung tipe jangat yang digunakan. Persiapan yang dilakukan akan berbeda dan ada ciri khas dari masing-masing bahan yang digunakan.

Penyamakan

Setelah jangat dikeringkan dan bersih dari kotoran, rambut maupun daging sisa, barulah dilakukan proses penyamakan. Proses ini bertujuan untuk mengubah jangat menjadi kulit. Penyamakan ini akan mengubah zat-zat kimia yang ada pada jangat. Tentu saja ini bertujuan untuk mencegah penguraian dan membuatnya tahan air, namun tetap mempertahankan strukturnya yang berserat.

"Proses penyamakan dibagi menjadi tiga bagian, pertama proses minyak atau 'chamoising', kedua proses mineral atau 'tawing', dan terakhir penyamakan nabati," papar Al-Hassan dan Hill. Menurut al-Hassanl, metode ini telah digunakan para penyamak Muslim sejak abad pertengahan. Biasanya mereka menggunakan secara terpisah ataupun mengkombinasi tiga metode tersebut.

Proses minyak atau 'chamoising'. Pada proses ini jangat dilunakkan menggunakan bahan-bahan berlemak. Hasil dari pelunakan tersebut disebut 'chamoising'. Kata 'chamoising' ini berasal dari bahasa Prancis 'chamois' yang berarti kambing gunung dari pegunungan Alpen. "Jenis kambing bisa jadi sangat tidak dikenal atau sukar diperoleh," jelas al-Hassan dan Hill.

Al-Hassan memperkirakan asal kata 'chamois' itu dari bahasa Arab yakni shahm, yang berarti lemak. Penyamakan mineral atau 'tawing', dilakukan dengan tawas. Penyamakan mineral merupakan tahapan penting dalam teknologi pembuatan kulit di dunia Islam. Teknik-tekniknya telah tertuang dalam manuskrip-manuskrip Arab.

Dalam manuskrip Arab itu dijelaskan cara penggunaan tawas dan garam. Selain itu juga dipaparkan berbagai penambahan bahan-bahan lain seperti barley atau gerst (jenis gandum yang dipakai untuk membuat bir), tepung dan yoghurt. "Beberapa sumber Arab juga menjelaskan penyamakan menggunakan tawas yang diikuti pembaceman (impregnation) dengan lemak," kata al-Hassan dan Hill.

Namun, manuskrip-manuskrip Arab tersebut menyebutkan proses penyamakan yang terpenting adalah penyamakan nabati. Dalam beberapa manual untuk para muhtasib -- pengawas perdagangan era abad pertengahan -- dijelaskan bahwa untuk penyamakan kulit kambing, masyarakat pada era itu lebih menyukai menggunakan tanaman qanat (Mimosa Nilotica) yang berasal dari Yaman dibanding berbagai jenis biji-bijian. Namun, sejumlah bahan nabati lain juga digunakan untuk penyamkan nabati, seperti tanaman sumac (genus Rhus dari suku Anarcadiaceae).

Proses Akhir
Agar kulit tampak cantik dan menarik dilakukanlah tahap finshing (tahap akhir). Selain untuk memperbaki penampilan, proses akhir ini juga berfungsi untuk memberikan sifat khusus. "Metode yang dipilih bergantung pada produk akhir dan termasuk juga penyelupan, sehingga didapatkan barang-barang dalam rentang warna yang luas, meliputi merah, coklat, biru, hijau zaitun, kuning, dan hitam" ungkap al-Hassan dan Hill. she/taq

By Republika Newsroom

Pentingnya Desain Tas Kulit

Dalam dunia industri kerajinan, desain produk barang sangat berperan, di samping proses produksi maupun pemasarannya. Dengan desain menarik dan elegan, sangat mungkin konsumen akan semakin terpikat untuk membelinya. Sayangnya, selama ini para perajin kebanyakan belum banyak yang memperhatikan tentang pentingnya desain untuk sebuah produksi.


Umumnya pula mereka menganggap, desain adalah milik pemesan, dalam pengertian pemesanlah melakukan rancangan desain, perajin tinggal mengerjakannya. Padahal, untuk menciptakan desain baru tidaklah sulit, asalkan ada kemauan untuk kreatif dan inovatif. Ada empat hal yang harus dipikirkan dalam membuat desain barang kerajinan kulit khususnya.


Pertama, tujuan barang tersebut dibuat berkait dengan fungsinya. Salah satu contoh misalnya, untuk membuat desain tas, jangan sekadar memikirkan tas dimaksud sebagai wadah. Tak kalah pentingnya, memikirkan untuk wadah apa tas tersebut dibuat (fungsi barang). Ada berbagai jenis dan fungsi tas, misalnya tas untuk ke kantor, tas sekolah, atau tas hanya untuk saat-saat santai. Bahkan secara khusus, belakangan ini, ada tas untuk laptop, alat-alat perbengkelan, dan banyak lagi jenis sesuai fungsi dan kegunaannya.


Kedua, bahan yang akan digunakan untuk barang tersebut. Pengetahuan akan bahan sangat berpengaruh terhadap obyek barang yang akan dibuat. Bila kita membuat sebuah produk kerajinan yang menonjolkan nilai fungsi, maka bahan yang akan kita gunakan juga harus menyesuaikan kegunaan dari barang tersebut. Ambil contoh, dalam membuat kap lampu atau tempat lilin yang berbahan dasar kulit perkamen. Kita harus memahami karakteristik kulit perkamen, ketahanan fungsinya, serta keunggulan dan kekurangannya.


Bila produk tersebut akan diekspor, kita juga harus memperhatikan ketahanan suhu atau cuaca di saat barang tersebut akan dipasarkan. Karena bila kita, misalnya, berorientasi untuk memasarkan produk tersebut untuk konsumen Eropa, maka masalah yang ekstrim adalah soal perbedaan suhu. Dan ini sangat berpengaruh terhadap tingkat kelembaban yang akan ada kemungkinan perubahan secara fisik pada produk yang dibuat. Itulah sebabnya pengetahuan mengenai bahan untuk mendesain sebuah produk harus juga dipikirkan.


Ketiga, metode pengerjaannya. Apakah akan dikerjakan secara manual atau mesin, dengan alat sederhana atau dengan alat yang berteknologi tinggi. Ini penting, karena sangat terkait erat dengan kalkulasi biaya yang akan dikeluarkan untuk proses pembuatan produk barang kerajinan. Metode pengerjaan juga dapat menjadi aksen yang menarik dari sebuah produk barang jadi. Ada kalanya konsumen lebih memilih barang yang dibuat secara manual (handmade).


Dan keempat, fashionable. Barang yang kita buat menarik atau tidak, dapat diterima konsumen atau tidak, mengikuti tren atau tidak. Hal ini sangat penting juga kita pikirkan. Begitu pentingnya sebuah desain produk/product design sebuah barang kerajinan. Apakah itu kerajinan tangan atau kerajinan dengan menggunakan teknologi canggih. Desain yang menarik bisa mendongkrak harga sebuah kerajinan tangan.

http://majalah-handicraft.jogja.com

Libur Panjang Harga Murah, Omset Pengrajin Kulit Magetan Naik 300 %

Magetan – Jika anda merasa kolektor kerajinan kulit dan berkunjung ke obyek wisata alam terbesar di ujung barat Jatim yakni Telaga Sarangan Magetan yang berada di kaki Gunung Lawu belum lengkap kalau lupa untuk singgah ke kawasan sentra industri kulit Jalan Sawo. Selain terkenal harga yang sangat murah, berbagai macam bentuk dan model kerajinan kulit bisa anda miliki untuk menambah koleksi juga bisa untuk oleh – oleh keluarga.

Kismanto (40) salah satu pengunjung asal Mojokerto yang usai dari sarangan mengaku sangat senang membeli sepatu di sentra kulit Sawo karena harganya yang murah untuk dipakai keluarga.

“Saya dua kali beli mas, ini tadi dari rekreasi ke Sarangan rugi kalau ndak mampir kesini,” jelas Kismanto.

Budi Ridwan (35) Ketua sentra kerajinan kulit Jalan Sawo magetan kepada moderatofm.com Selasa (27/1/2009) kemarin, pengunjung biasanya rame pada sat libur panjang sehingga omset penjualanpun naik 300 %. Jika hari libur biasa omsetnya hanya 2 – 3 juta namun pada hari libur panjang mencapai 9 juta sehari.

“Alhamdulillah mas, kalau hari libur kayak kemarin bias 9 juta omset saya sehari karena harganya yang sangat murah jika disbanding didaerahnya,” jelas Budi pemilik kios Toko Kerajinan kulit UD Praktis tersebut.

Budi menambahkan bahwa selain membuka kios dirinya juga memproduksi kerajinan kulit sendiri dengan melibatkan 20 karyawan untuk melayani permintaan pengiriman ke luar daerah seperti Yogya, Jakarta, Bojonegoro, Pacitan serta Surabaya. Sehingga bagi anda yang tidak sempat singgah di Magetan jhuga bias membeli di luar daerah.

“Kita juga layani pesanan luar daerah dengan omset setiap minggu mencapai 250 pasang,” tambah Budi. Dalam sehari pada hari libur panjang penghasilannya mencapai Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta.

Anda tak usah khawatir soal harga karena terbilang sangat murah untuk standar kerajinan kulit di tanah air. Untuk sepatu harganya berkisar antara Rp 90 ribu – 140 Ribu, sandal Rp 60 ribu – 90 ribu, Jaket Rp 700 – Rp 800 ribu, Dompet Rp 20 – Rp 100 ribu.

Lokasi Sentra industri kerajinan kulit Jalan Sawo Magetan sangat mudah dicarinya. Jika anda akan menuju Sarangan dari arah jatim selalu melewati Jalan Sawo yang ada di Kelurahan Selosari Kec/Kota Magetan atau 1 Km dari pasar baru. Namun jika anda dari arah Jateng anda harus turun kea rah Kota Magetan sekitar 12 Km.


http://moderatofm.com

Berkunjung ke Sentra Kulit Selosari, Produk Home Industri Kualitas ala Pabrik

MAGETAN- Berkunjung ke Telaga Sarangan Magetan yang berada di kaki Gunung Lawu rasanya belum lengkap kalau belum singgah ke kawasan sentra industri kulit Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan.

Sentra industri kulit ini berada di jalur menuju ke Telaga Sarangan. Di kawasan ini, puluhan perajin membuat produk sepatu, sandal, tas dan aksesoris berbahan kulit lembu dengan cara tradisional.

Bahan kulit lembu didapatkan dari Magetan dan sekitarnya, kemudian di olah (samak) dengan peralatan sederhana, dikeringkan, lalu dijadikan bahan kulit. Tentu saja soal keawetan bahan kulit ini terjamin.

Tentu saja karena dari bahan kulit lembu asli dan dikerjakan secara tradisional, maka soal harga produk kulit di kawasan ini sedikit lebih mahal jika dibandingkan dengan produk pada umumnya. Contohnya harga jaket kulit di sejumlah showroom harganya berkisar Rp 400 ribu, sedangkan pernak-pernik unik dihargai sekitar Rp1.200 hingga Rp 25 ribu per item. Harga tas dari bahan kulit lembu asli berkisar Rp 100 ribu hingga Rp700 ribu per item.

Menurut Suwarni Susanto (52), perajin kulit lembu di Sentra Kulit Selosari, mengungkapkan, produk kerajinan kulit yang ada di sentra ini dijamin kualitas dan keasliannya. “Semua asli dari bahan kulit lembu. Jadi, wisatawan jangan kuatir kalau membeli produk tas, sepatu, atau sandal disini,” ungkapnya, kemarin.

Dia mengaku, pada saat hari biasa bisa menyediakan 1.700 item produk kulit mulai sepatu, sandal, tas hingga dompet. Sedangkan, pada saat musim liburan atau mendekati lebaran, biasanya dia menambah item produknya menjadi 2.000 – 2.200 item. “Selera pembeli itu bermacam-macam. Oleh karena itu kami sediakan produk kulit bermacam-macam pula. Meski usaha kelas home industri tapi soal gaya dan koleksi, produk kami tidak mau ketinggalan dengan produk pabrikan,” tuturnya.

Sedangkan menurut Hariyani (23), pengunjung di kawasan sentra industri kerajinan kulit, mengaku, ia sengaja datang ke kawasan ini untuk membeli sepatu kulit khas Magetan untuk oleh-oleh pulang ke rumahnya di Surabaya. “Modelnya bagus-bagus, tidak kalah dengan produk sepatu atau sandal dari pabrikan. Apalagi ini, kulit asli jadi enak dipakainya,” tandas wisatawan asal Surabaya itu, sambil mencoba salah satu produk sepatu .

Disinggung soal harga, pihaknya tidak masalah. “Harga kan relatif, Mbak. Dibilang mahal, tapi kalau mutunya bagus dan modelnya gak kuno, ya tidak masalah,” ungkapnya. Hariyani menambahkan, pihaknya cukup puas berbelanja souvernir di sentra kulit Selosari.


http://moderatofm.com

Pre Treatment Limbah Lingkungan Industri Kulit (LIK) Magetan Belum Maksimal

MAGETAN– Guna menanggulangi limbah, industri penyamakan kulit di kawasan Lingkungan Industri Kulit (LIK) Magetan memakai proses pre treatment. Cara ini menjadi andalan utama IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) guna menanggulangi timbulnya bau tak sedap yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat sekitar, meski belum maksimal.

Kepala BPTIK LIK Magetan, Sutarman, mengatakan, penggunaan proses pre treatment telah disepakati bersama oleh para pengusaha penyamak kulit.

“Dalam rapat bersama tanggal 28 Oktober kemarin, pengusaha LIK Magetan telah berkomitmen akan membuat pre treatment,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (30/10).

Menurutnya, sejauh ini penggunaan pre treatment oleh pengusaha penyamakan kulit di LIK Magetan telah mencapai 70 persen. Namun meski demikian, Sutarman mengakui jika limbah yang masuk ke IPAL setelah proses pre treatment masih mengandung banyak lumpur. Karena itu, pihaknya dalam waktu dekat akan menerjunkan Badan Pengolahan Kulit Karet dan Plastik (BPKKP) dari Yogyakarta .

”Minggu depan tim dari Jogjakarta akan datang mengadakan sosialisasi dengan membawa contoh desain untuk pre treatment,” terangnya.

Ditambahkan, usaha untuk menanggulangi limbah berbau tak sedap selain dengan cara pre treatment, BPTIK LIK Magetan juga akan menambah armada IPAL.

”Nantinya kami akan mengusulkan untuk dibangun satu lagi,” tuturnya. Untuk itu, pihak BPTIK LIK Magetan akan menggandeng Pemkab Magetan dan Pemprov Jatim guna mewujudkan penambahan IPAL II tahun depan.

Visibility Study untuk LIK II telah dianggarkan di tahun 2008. ”kemarin lusa kami telah mengadakan Visibility Study,” ungkapnya. Sedangkan rencana untuk pembangunan LIK II dianggarkan tahun 2009.

Sementara itu, salah satu staf industri penyamakan kulit, Sumarno, mengatakan, jika pihaknya telah mengikuti prosedur yang benar tentang proses pre treatment. Industri kulitnya sudah membuang limbahnya ke proses pre treatment terlebih dahulu sebelum akhirnya ke IPAL. ”Kami sudah membuangnya disini dulu (pre treatment) baru ke IPAL. Selain itu, kami juga rutin membersihkan endapan limbah seminggu sekali,” tandasnya.

Seperti diketahui, warga di sekitar kawasan Lingkungan Industri Kulit (LIK) Magetan dan Kali Gandong sempat mengeluhkan bau limbah kulit. Bau limbah pembuangan lingkungan industri kecil ini dinilai menggangu kenyamanan warga. Pasalnya, aroma tak sedap yang ditimbulkan limbah itu mengganggu pernafasan. Warga meminta pengusaha dan pemda setempat untuk segera mencari solusi, termasuk kemungkinan membangun IPAL baru. Sehingga tidak terjadi over capacity yang menyebabkan pengusaha LIK membuang limbah ke kali.


http://moderatofm.com

MoU Industri Kulit - Perlu Dukungan Masyarakat

Untuk mambangkik batang tarandam industri kulit di Padang Panjang Kota Serambi Mekah yang dikondisikan sebagai sentra industri kulit di kawasan Sumatera, Guna merefleksiakan itu, pemerintah Kota Padang Panjang, Pemrov Sumbar dan Dijen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka melalakukan Nota Kesepakatan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan produksi dan kualitas produk industri kulit di Kota Padang Panjang dalam rangka memberikan konstribusi bagi pertumbuhan perekonomian daerah.

Walikota Padang panjang dr. H. Suir Syam usai penandatanganan MoU dengan Dirjen Industri Kulit Logam Mesin dan Aneka dan Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi di Pangeran Hotel minggu lalu mengatakan, kesempatan ini adalah peluang emas bagi Kota Padang Panjang yang dijadikan sebagai sentral industri kulit untuk wilayah sumatera setelah Jawa.

Beberapa item yang tertuang dalam MoU tersebut diantara kewajiban Pemko Padang Panjang menyediakan lokasi lahan dan gedung sebagai tempat peralatan indusri yang disediakan oleh Dirjen peindustrian, melakukan pembinaan dan pengawasan pada industri kulit dan produk kulit di Kota Padang Panjang dengan berkoordinasi dengan Pemerintah Propinsi Sumbar.

“Kita (Pemko Padang Panjang-red) mendorong industri kulit yang ada di Padang Panjang untuk memamfaatkan sarana yang tersedia secara optimal dan menciptakan iklim usaha yang mendukung pengembangan industri kulit dan produk kulit di Padang Panjang. Untuk terealisirnya itu sangat diharapkan dukungan yang saling bersinergi antara pemerintah dengan para pengrajin atau hom industri kulit yang ada di Padang Panjang khususnya dan eilayah sumatera pada umumnya, “harap Suir Syam.

Pemrop Sumbar dalam hal ini, lanjut Suir Syam, diantaranya memfasilitasi ketersediaan Detail Engeneering Design (DED) untuk pembangunan kawasan industri kulitv di Padang Panjang, menyediakan pusat desain dan workshop dan sarana promosi dan pemasaran industri barang jadi kulit di Padang Panjang dan membantu pelaksanaan pelaksanaan pengelolaan lingkungan.

“ Pemko Padang Panjang optimis program ini akan berjalan sesuai dengan harapan apabila segenap elemen proaktif mendukung, baik dari kalangan wakil masyarakat di lembaga DPRD dan lapisan masyarakat terutama pengrajin kulit. Jika ini terwujud, praktis akan maju home industri yang ada di Padang Panjang serta membuka peluang kerja bagi yang lain untuk ikutserta membuka peluang usaha baru. Maka secara otomatis perekonomian masyarakat Padang Panjang khususnya akan terangkat dengan sendirinya, “jelas Suir Syam bersemangat.

Sementara itu Kepala Dinas Koperasi UKM Perindag Kota Padang Panjang, Dra. Hj.Ernawati Nasution dalam kesempatan lain mengakui, bahwa telah tersedianya lahan yang diperuntukkan guna rencana pembangunan pabrik industri kulit mencapai 5 Ha di di Kampung Manggis, Padang Panjang.

“ Antara pabrik pengolahan kulit hingga ke tahap produksi barang jadi akan berada pada satu areal lokasi namun tidak terganggu.. Rencana awal, penyemakan kulit tetap pada lokasi yang lama di Silaing Bawah namun hasil survei dari tim ahli Dirjen Perindustrian beberapa waktu ternyata tidak layak lagi karena selain areal yang sempit juga dekat dengan pemukiman warga dan sebuah sekolah. Limbah pengolahan kulit akan berdampak pada tingkat kesehatan dan kenyamanan lingkungan warga sekitarnya. Untuk selanjutnya masih ada tahapan-tahapan merampungkan atau tindaklanjut dari MoU ini “ jelas Hj. Ernawati. (Rel-Humas)

http://padangpanjangkota.go.id

Limbah Industri Kulit Garut Cemari Lingkungan Sejak 1920

Kamis, 27 Agustus 2009

GARUT - Limbah industri penyamakan kulit di Sukaregang, Kabupaten Garut, Jawa Barat (Jabar), mencemari lingkungan sejak tahun 1920. Pemkab Garut kini terus berupaya menekan sekecil mungkin tingkat pencemaran limbah itu, terutama pencemaran di Sungai Cigulampeng dan Sungai Ciwalen.

Hal itu dikatakan Bupati Garut, Agus Supriadi, di Garut, Selasa (25/5). Disebutkannya, industri penyamakan kulit Sukaregang sudah ada sejak tahun 1920, dan dikelola secara turun-temurun oleh pemiliknya. "Kita prihatin, karena masih banyak diantara perajin penyamakan kulit yang belum memahami bahayanya proses produksi penyamakan kulit yang menggunakan bahan kimia," ujar dia.

Karena itu, kata Agus Supriadi, Pemkab Garut akan terus memberikan penyuluhan kepada para perajin penyamakan kulit setempat, serta berupaya pula menambah IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah) guna menekan tingginya tingkat pencemaran dari limbah tersebut.

Bupati menyebutkan, di kawasan industri penyamakan kulit di Sukaregang, minimal harus ada delapan hingga 10 unit IPAL. "Saat ini sudah ada tiga unit IPAL yang dibangun oleh pemerintah. Kemudian satu unit lagi yang dibangun masyarakat secara swadaya," katanya.

Ia berharap kepada para pengusaha penyamakan kulit yang sudah sukses, bersedia membangun IPAL-nya sendiri. "Jangan hanya menunggu bantuan dari pemerintah, karena dengan menunggu seperti itu, justru akan memperparah pencemaran lingkungan," tandas bupati.

Menurutnya, akan dibangun lagi satu unit IPAL berkapasitas 150 meter kubik bantuan dari Depperindag, guna menanggulangi pencemaran di Sungai Cigulampeng. Dari pemantauan Antara, sungai di Garut yang tercemar limbah tersebut airnya menyebabkan rasa gatal di kulit manusia. Limbah itu baunya tidak sedap dan sangat menyengat hidung.*


SUARA PEMBARUAN DAILY

DERMATITIS KONTAK ALERGIKA PADA PEKERJA INFORMAL PENGRAJIN PENYAMAKAN KULIT

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengrajin penyamakan kulit adalah pekerja sector informal yang mengolah, memproses, dan penyamakkan berbagai jenis kulit binatang sebagai bahan baku / bahan utama dengan menggunakan campuran berbagai jenis bahan kimia serta menerapkan cara kerja yang bersifat tradisional.
Proses dan mekanisme kerja pada usaha penyamakan kulit dengan menggunakan berbagai jenis bahan kimia yang bermacam-macam dapat menimbulkan berbagai bahaya potensial yang mungkin timbul beserta akibatnya.
Bahan kimia yang mampu mengganggu kulit diperkenalkan setiap tahun, baik bahan kimia berupa organik maupun anorganik yang digunakan dalam industri termasuk produk natural, menyebabkan daftar bahan kimia berbahaya tidak akan berakhir.
Kontak tubuh pekerja pemyamakan kulit dengan bahan kimia dapat terjadi pada berbagai tahapan proses kerja penggunaan bahan kimia, mulai dari proses awal sampai pada pengepakan.
Pemaparan bahan kimia terhadap kulit dapat mengakibatkan gangguan berupa alergi dan iritasi dengan gejala-gejala gatal, kulit kering, kemerah-merahan, dan pecah-pecah.
Dermatitis kontak (iritan dan alergika) merupakan jenis dermatosis akibat kerja yang paling sering dijumpai. Dan untuk dermatitis kontak alergika (DKA) kurang lebih 25 -30 % dari seluruh kasus dermatitis kontak.

B. PERMASALAHAN

Apakah ada keluhan gangguan kesehatan yang umum di antara tenaga kerja penyamakan kulit dalam bentuk dermatitis kontak alergika yang berhubungan dengan factor risiko (bahan kimia) di tempat kerja.
Apakah ada factor lain yang dianggap sebagai penyebab dermatitis kontak alergika pada pekerja penyamakan kulit.

C. TUJUAN

Tujuan umum :
Meningkatkan kesehatan kerja pada tenaga kerja sektor informal pengrajin penyamakan kulit.

Tujuan khusus:
1. Diketahuinya prevalensi dermatitis kontak alergika pada pengrajin penyamakan kulit.
2. Diketahuinya hubungan antara penggunaan bahan kimia pada pengrajin penyamakan kulit dengan dermatitis kontak alergika.
3. Diketahuinya faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis kontak alergika pada pengrajin penyamakan kulit.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. PAJANAN/KELOMPOK PEKERJA

Dermatitis kontak alergika yang dikaitkan dengan tempat kerja dapat terjadi karena beberapa tahap, pekerja mungkin terpajan secara terus menerus dengan zat kimia/ allergen tanpa menunjukkan gejala apapun yang berlangsung seumur hidup atau beberapa hari saja.
Pengaruh allergen tergantung pada kemampuannya mengubah permukaan luar lapisan kulit yang bekerja sebagai barier pertahanan kulit terhadap bahan beracun.
Beberapa bahan kimia mampu menyingkirkan lemak, minyak serta air dari lapisan terluar kulit yang dengan sendirinya mengurangi daya proteksi kulit dan membuat zat itu lebih mudah berpenetrasi ke dalam kulit.
Alergi kulit benar-benar terjadi dengan proses yang disebut dengan sensitisasi yang dimulai dengan masuknya allergen ke dalam lapisan terluar kulit. Proses ini berlangsung beberapa hari sampai sekitar tiga minggu. Selama periode ini berlangsung belum ada tanda perusakan kulit.
Saat penetrasi terjadi, bahan kimia bergabung dengan protein kulit kemudian dibawa oleh lekosit (limfosit T) ke seluruh tubuh.
Factor utama untuk timbulnya dermatitis kontak alergika adalah kondisi kulit yang sudah ada, seperti goresan atau garukan akan memudahan bahan kimia masuk ke dalam kulit.
Factor keturunan mempengaruhi timbulnya reaksi kepada tenaga kerja yang bervariasi meskipun disebabkan oleh allergen yang sama.
Factor lingkungan memiliki peranan penting, misalnya lingkungan kerja yang panas menyebabkan berkeringat yang dapat melarutkan beberapa jenis serbuk kimia serta meningkatkan toksisitasnya.
Udara kering dapat menyebabkan kulit retak-retak dan meningkatkan kemungkinan alergi.
Friksi terhadap kulit dapat juga mengabrasi mengelupaskan kulit, hal ini dapat mengurangi kerja proteksi kulit terhadap allergen bahan kimia.

2. PENYAKIT/GANGGUAN KESEHATAN

Dermatitis Kontak Alergika adalah dermatitis yang terjadi pada kulit seseorang yang telah tersensitisasi akibat kontak ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik antigenik. Bahan dari luar baik berupa bahan alergen ataupun mikro-organisme akan menimbulkan reaksi tubuh terhadap benda asing tersebut. Reaksi tubuh pada dermatitis kontak alergika merupakan proses immunologic yaitu hipersensitivitas jenis lambat atau immunitas dengan perantara sel limfosit T jenis IV.
Limfosit T merupakan bagian dari sistem immun yang melindungi tubuh dari kuman atau benda asing. System immune memiliki memori untuk mengenali dan menetralkan kuman atau benda asing yang masuk ke tubuh lebih dari sekali, kalau terpajan ulang limfosit mengenali allergen dan bereaksi dengannya dan juga dilepaskannya zat kimia yang merusak jaringan yang disebut histamine/limfokin.
Histamine ini menyebabkan peradangan pada kulit local dengan gejala rasa gatal, nyeri, eritema, urtika, dan pembentukan vesikel atau bulla pada kulit sebagai bentuk dermatitis kontak alergika.
Peradangan disebabkan reaksi alergi sebagai akibat substansi atau bahan kimia di tempat kerja yang bersentuhan langsung dengan kulit.
Peradangan/inflamasi biasanya terbatas pada tempat kontak dengan allergen, tetapi pada kasus yang berat dapat menyebar ke seluruh bagian tubuh. Biasanya dimulai dalam 12 jam sejak terpajan dan akan memburuk setelah 3 sampai 4 hari, dan secara lambat akan membaik dalam waktu 7 hari.
Alergi dapat berlangsung seumur hidup, bila tidak ada kontak lanjutan dengan allergen, tingkat sensitivitasnya secara lambat akan menurun.
Tanda dan gejala dermatitis kontak alergika secara subyektif dapat berupa tanda-tanda peradangan terutama rasa gatal, kenaikan suhu, eritema, dan gangguan fungsi kulit.
Secara obyektif dibagi menjadi dermatitis kontak alergika (DKA) akut, subakut dan kronik biasanya dapat dilihat batas kelainan yang tidak jelas dan bentuk polimorfi dapat timbul secara serentak atau berturut-turut.
Pada dermatitis kontak alergika akut timbul eritema, papula dan edema, tahap selanjutnya terjadi infiltrasi yang biasanya terdiri atas vesikel dan menjadi erosi, krusta serta skuama, lesi berbentuk polimorfi.
Pada dermatitis kontak alergika kronik lesi berupa likenifikasi dan hiperpigmentasi, sedangkan untuk dermatitis kontak alergika subakut gambaran klinisnya merupakan gabungan keduanya.
Lokasi biasanya terjadi pada bagian yang sering kontak dengan bahan allergen pada saat bekerja misalnya pada tangan, lengan bawah, muka, leher dan kaki.

3. PAJANAN DENGAN PENYAKIT

Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa penyebab dermatitis kontak alergika adalah bahan yang bersifat haptenik berupa protein maupun non-protein. Hapten merupakan bahan dengan berat molekul rendah (500-1000) yang dapat masuk epidermis melalui lapisan tanduk, saluran kelenjar keringat dan folikel rambut. Hapten akan berikatan atau berkonjugasi dengan protein jaringan membentuk komplek lebih besar (berat molekul lebih dari 5000) yang setabil dan bersifat antigenik.
Bahan yang mengandung hapten adalah bahan kimia, zat warna, bahan logam, minyak, resin, ter, karet, kosmetik, insektisida, dll.
Lokasi dermatitis kontak alergika akibat kerja biasanya terjadi pada bagian yang sering kontak dengan bahan allergen pada saat bekerja misalnya pada tangan, lengan bawah, muka, leher dan kaki.
Gejala yang timbul pada dermatitis kontak alergika akibat bahan kimia tidak berbeda dengan dermatitis kontak lainnya.

4. HASIL PENELITIAN

Insiden dan prevalensi dermatitis kontak alergika pada masyarakat tidak diketahui secara pasti, namun dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa dermatitis kontak iritan lebih banyak ditemukan dari pada dermatitis kontak alergika.
Pada tahun 1994 Toby Mathias menyatakan bahwa 80-90 % dari seluruh penyakit kulit akibat kerja berupa dermatitis kontak dan 5 % lainnya terjadi karena infeksi.
Survey dilakukan oleh US Bureau of Labour Statistics(BLS) pada tahun 1999 didapatkan insidens kecelakaan serta penyakit akibat kerja. Semua penyakit dan kelainan kulit akibat kerja, 90-95 % merupakan dermatitis kontak akibat kerja dari semua dermatosis akibat kerja.
Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap pekerja penyamakan kulit di Semarang pada tahun 1995 menunjukkan bahwa angka kejadian dermatitis kontak iritan 57,1% lebih besar bila dibandingkan dengan dermatitis kontak alergika 42,9 %.


BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis dermatitis kontak alergika didasarkan atas dasar anamnesis yang jelas, cermat, teliti, terperinci secara tajam, dan riwayat penyakit, serta bentuk gejala klinis yang terjadi.

Pada wawancara yang perlu dipertanyakan adalah riwayat pekerjaan sehari-hari, jenis pekerjaan, jenis pajanan termasuk MSDS (material safety data sheets) berapa lama penderita bekerja dihubungkan dengan mulai timbulnya pertama kali, riwayat pengebatan sebelumnya, keadaan penyakit saat libur, riwayat penyakit kulit sebelum bekerja, apakah tenaga kerja yang lain mengalami hal yang sama. Dan apabila diagnosa dermatitis kontak alergika meragukan perlu konsultasi dengan spesialis kulit.

Pemeriksaan fisik sangat penting, dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit sering dapat di ketahui kemungkinan penyebabnya.

Selain wawancara dan pemeriksaan klinis, beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, antara lain dengan uji tempel (patch test) dilakukan dengan menempelkan bahan yang dicurigai dengan bentuk dan konsentrasi yang benar pada kulit normal. Uji tusuk (prick test) dilakukan dengan meneteskan bahan allergen pada kulit yang sebelumnya sudah ditusuk /digores, pemeriksaan mikrobiologi, dan biopsy kulit diperlukn antara lain untuk memastikan diagnosa dermatitis kontak alergika.

Upaya pencegahan dermatitis kontak alergika perlu dilakukan secara menyeluruh meliputi bahan kimia penyebab alergi, kontrol proses produksi bahan kimia yang dicurigai, perlindungan perorangan pekerja, hygiene perorangan dan lingkungan, peraturan penggunaan bahan kimia di tempat kerja, edukasi pekerja, pemeriksaan kesehatan sebelum dan selama bekerja secara berkala.

Metode kontrol secara teknis untuk menghindarkan tenaga kerja dengan bahan berbahaya. System ventilasi (exhaust fan) local/setempat harus dllakukan bila menggunakan bahan kimia beracun yang dapat mengalir keruang kerja. Bahan berbahaya sedapat mungkin diganti dengan bahan yang kurang /tidak berbahaya. Diharuskan pemberian informasi kepada tenaga kerja mengenai sifat bahan kimia pemajan yang mereka hadapi sehari-hari dan bagaimana bekerja dengan bahan tersebut secara aman.

Penyediaan kamar bilas, toilet dan pancuran air ditempatkan di lokasi yang mudah dicapai, dengan air hangat, handuk sekali pakai, dan sabun yang cukup.

Mensosialisasikan program menghindari pajanan bahan kimia terhadap kulit adalah hal yang sangat penting untuk mengeliminisasi dermatitis kontak alergika.

Pengobatan dengan kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka waktu pendek untuk mengatasi peradangan, sedangkan pada DKA ringan cukup dengan pemberian obat topical. Pada yang DKA subakut dan kronik diberikan kortikosteroid topical, antihistamin, dan antibiotika bila ada infeksi sekunder.

Prognosis pada umumnya baik tidak fatal dan tidak perlu hospitalisasi, bila bahan kontak dapat dihindarkan 25 % sembuh, 50 % membaik dan kambuh secara periodic, 25 5 menetap.

Tindakan rehabilitasi diberikan agar pasien dapat kembali lagi bekerja di tempat semula, bila terjadi kecacatan kulit permanen pertimbangkan untuk pindah kerja di unit lain yang tidak berhubungan dengan bahan kimia.

Kecacatan kulit permanent ditetapkan berdasarkan kelainan kulit, kebutuhan terapi dan keterbatasan dalam melakukan aktifitas.


BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dermatitis kontak alergika akibat kerja merupakan kelainan yang dapat menyebabkan keterbataan aktivitas, kerugian materi, kehilangan waktu bekerja sampai dengan cacat serius pada tenaga kerja yang mengalaminya.

Pada penyakit ini diagnosis ditegakkan terutama dengan wawancara yang cermat dan teliti di bantu dengan pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pencegahan secara menyeluruh dan terkoordinasi di antara pekerja dan perusahaan serta peraturan yang mendukung, merupakan kunci keberhasilan untuk menekan terjadinya dermatitis kontak alergika akibat kerja. Pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi inflamasi, nyeri, dan gatal dapat dipilih kortikosteroid topical yang aman dan juga antihistamin oral yang tidak menyebabkan rasa mengantuk.

DAFTAR PUSTAKA

  • Adam RM. Occupational Skin Diseases. W.B. Saunders Company. Philadelphia , 1990.
  • Levy BS and Wegman DH. Ocupational Health : Recognizing and preventing work-related disease and injury. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia , 2000.
  • Zenc C, Dickerson OB, Horvath EP, editor. Occupational Medicine. Missouri : Mosby-Year Book Inc, 1994.
  • Hudyono J. Dermatosis akibat kerja. Majalah Kedokteran Indonesia . November 2002.
  • Tedjoseputro D dan Soebaryo RW. Imunopatogenesis Dermatitis Kontak Alergik. MDVI 1984.

ENZIM AKTIF MULTIGUNA EXOLITE BAHAN PENYAMAK KULIT RAMAH LINGKUNGAN

Exolite merupakan cairan enzim aktif hasil riset bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Exolite diproduksi berdasarkan kerjasama BPPT, Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta dan PT Essindo. Exolite merupakan bahan pengganti penyamakan kulit yang ramah lingkungan produk dalam negeri dengan harga kompetitif. Penggunaan Exolite akan menyederhanakan proses penyamakan (tanpa proses bating). Exolite mudah didapat karena merupakan produk dalam negeri dan didapat berupa kemasan 2 liter, 20 liter dan 30 liter. Keunggulan Exolite dibandingkan dengan produk impor:

Exolite

  • Lebih mudah diperoleh karena produk dalam negeri.
  • Harga kompetitif dan tidak tergantung nilai tukar rupiah.
  • Produk ramah lingkungan.
  • Didukung oleh teknisi yang siap memberikan pelayanan purna jual dan pelatihan.
  • Langsung dapat digunakan pada proses soaking atau unhairing tanpa melalui proses bating sehingga mengurangi penggunaan bahan kimia lain serta bisa digunakan sebagai bating agent.
  • Bulu yang lepas dalam keadaan utuh sehingga ada peluang untuk dimanfaatkan menjadi produk samping yang dapat meningkatkan nilai tambah.

Produk impor
  • Pengadaan produk memerlukan waktu yang cukup lama.
  • Harga sangat tergantung dengan nilai tukar rupiah.
  • Menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan kenaikan tingkat pencemaran.
  • Tidak selalu dan bahkan tidak pernah ada pelayanan purna jual.
  • Harus melalui proses bating sehingga masih banyak diperlukan bahan kimia lain, limbahnya dapat meningkatkan pencemaran.
  • Bulu yang lepas dari kulit pada umumnya menjadi bubur bersama sebagian lapisan kulit bagian luar sehingga tidak dapat dimanfaatkan.

Industri Penyamakan Kulit dan UKM Penyamakan Kulit yang berminat menggunakan Exolite silakan menghubungi:

Tim Riset Bioindustri BPPT/Tim Enzim
DR. Siswa Setyahadi / Joni Prasetyo, ST
Gedung BPPT Lantai 15
Jl. MH Thamrin 8 Jakarta Pusat
Tel: (021) 3169520 / 3169528
Fax: (021) 31669510
e-mail : PRASETYO j2001@Yahoo.com

Mengeruk UNTUNG dari Asap Cair pada Bisnis Penyamakan Kulit

Industri penyemakan kulit merupakan industri yang cukup potensial sebagai penyumbang devisa Negara di Indonesia. Keberhasilan industri penyamakan kulit salah satunya sangat tergantung dari bahan baku kulit, baik kwalitas mapun kuantitas yang dihasilkan oleh ternak sapi, kerbau, domba, kambing dan ternak / hewan non konvensional lainnya seperti reptile, ikan, unggas, dll.

Kualitas kulit mentah sangat depengaruhi oleh beberapa factor antara lain yaitu cacat yang terdapat pada kulit, baik cacat biologis maupun mekanis. Cacat biologis disebabkan karena adanya cacat oleh bakteri, jamu, luka karena goresan sewaktu hewan digembala maupun diangkut. Sedang cacat meknis disebabkan adanya perlakuan terhadap kulit setelahhewan tersebut disembelih, yaitu terjadi goresan – goresan pisau dan lubang – lubang pada saat pengulitan hewan.

Tidak semuanya kulit mentah segar langsung dapat diproses oleh industri penyamakan kulit. Kulit tersebut biasanya dikumpulkan terlebih dahulu oleh para pengumpul kulit dengan perlakuan pengawetan agar kulit tersebut tidak busuk sebelum dibawa keindustri penyamakan kulit. Factor pengawetan kulit mentah pun menjadi sangat penting karena akan mempengaruhi kualitas kulit mentah. Kulit mentah yang diawetkan dengan cara yang benar dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalami perubahan yang berarti.

Tujuan pengawetan kulit mentah adalah untuk menghindari / mencegah agar kulit mentah tersebut tidak busuk karena terserang bakteri, tidak dimakan serangga serta tahan terhadap keadaan sekitarnya. Dasar dari pengawetan kulit adalah untuk mengurangi kadar air dalam kulit mentah sehingga mencapai batas minimum yang diperlukan oleh bakteri pembusuk untuk dapat hidup dan berkembang biak. Biasanya pengawetan kulit mentah dikerjakan dengan cara diracun kemudian dikeringkan, direndam dalam garam jenuh ( 20° – 24° Be ) selama kurang lebih 24 jam, dan ada pula dilakukan dengan ditaburi garam direndam dalam garam jenuh, dan dapat diawet degan cara diasamkan (pikel).

Perlakuan pengawetan kulit yang menggunakan asap cair sebagai pengganti racun berfungsi untuk mencegah adanya bakteri pembusuk, serangga dan jamur sehingga kulit tidak busuk dalam waktu yang lama. Dengan menggunakan asap cair diharapkan pengawetan ini tidak membahayakan bagi manusia dan lingkungan Karen tidak perlu menggunakann bahan kimia yang tidak ramah lingkungan.

Asap cair ynag digunakan sebagai bahan pengawt kulit diperoleh dari bahan kayu (tempurung kelapa) yang diproduksi dengan proses pirolisis pada suhu 400° C dan disertai kondensasi menggunakan air sebagai media pendingin. Proses ini akan menghasilkan asap cair yang mengandung senyawa asam, fenol dan karbonil yang merupakan senyawa fungsional dalam pengawetan bahan untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Aktivitas anti mikrobia asap cair dari berbagai macam kayu sangat tinggi. Pengenceran asp cair sampai dengan 100 kali masih menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap semua bakteri kecuali teradap pertumbuhan Salmonella Typhimoriu. Pada pH netral pengenceran asap cair sampai dengan 10 kali masih memperlihatkan penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri.

Dari data yang ada menunjukkan bahwa asap cair dari tempurung kelapa mempunyai aktivitas anti mikrobia paling tinggai dibanding dengan kayu – kayu lainnya (Purnomo Darmaji, dkk,1997). Fenol dan asam asetat merupakan senyawa anti mikrobia dalam asap cair tempurung kelapa yang masing – masing mempunyai konsentrasi 1,28 % dan 9,60 % (tranggono, dkk, 1997). Aktivitas anti bakteri dari asap cair terutama disebabkan adanya kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam organik yang bekerja secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikroba ( paszczola dan Astuti 2000). Adanya fenol dengan titik didih tinggi dalam asap cair juga merupakan zat anti bakteri yang tinggi ( Astuti, 2000 ). Asap cair merupakan hasil limbah dari tempurung kelapa yang mempunyai sifat – sifat antara lain sebagai bahan pengawet anti jamur, dan lain – lain merupakan bahan yang ramah lingkungan.

Beberapa Negara yang merupakan konsumen kulit dari Indonesia telah mulai mensyaratkan adanya perhatian terhadap lingkungan ( penerapan ISO 14001 ) pada industri penyamakan kulit. Guna mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah dengan cara mencari pengganti bahan – bahan kimia yang ramah ligkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi manusia dan lingkungannya, yaitu antara dengan menggunakan asap cair. Karena penggunaan asap cair belum banyak diterapkan bahkan belum ada sama sekali, oleh para pengumpul kulit maupun industri penyamakan kulit untuk pengawetan kulit, maka penelitian terhadap asap cair perlu dilaksanakan sebagai pengganti bahan pengawet kimia. Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat membantu meringankan permasalahan yang dihadapi oleh para pengumpul kulit dan industri penyamakan kulit terutama dalam efisiensi produksi pengolahan lingkungan.

Dari percobaan yang telah dilakukan pada penyamakan kulit menggunakan asap cair dapat dilihat dari daftar berikut ini :

hasil pengamatan kurang dari 1 minggudengan menggunakan konsntrasi asap cari 5 %, 10% dan 15%

A. Konsentrasi 5%

1. Bulu sedikit rontok pada bagian pinggir perut
2. Bulu mudah dicabut pada pinggir bagian perut dan bagian kulit yang tipis
3. Sedikit ada jamur pada bagian kulit yang belum kering

B. Konsentrasi 10%

1. Bulu tidak ada yang rontok
2. Bulu sulit dicabut
3. Tidak ada kutu / ulat dibagian daging dan bulu pada kulit

C. Konsentrasi 15%

1. Bulu tidak ada yang rontok
2. Bulu sulut dicabut
3. Tidak ada kutu / ulat dibagian daging dan bulu pada kulit

bahkan sampai usia 3 bulan, hasil yang diperoleh seperti di bawah ini :

A. Konsentrasi 5%

1.

Bulu hampir disemua bagian mudah dicabut dan rontok
2.

Beberapa kutu yang sudah mulai ada diseluruh bagian kulit baik dibagian daging maupun bulu
3.

Bulu tidak ada yang rontok

B. Konsentrasi 10%

1.

Bulu sulit dicabut
2.

Tidak ada kutu dibagian daging dan bulu pada kulit
3.

Bulu tidak ada yang rontok

C. Konsentrasi 15%

1.

Bulu sulit dicabut
2.

Tidak ada kutu dibagian daging dan bulu pada kulit

Melihat hasil yang ada, penggunaan asap cair pada penyamakan kulit bisa disimpulkan sebagai berikut. Dan tentunya banyak keuntungan yang akan diperoleh antara lain:

1.

Asap cair dari bahan limbah tempurung kelapa dapat digunakan proses pengawetan kulit mentah.
2.

Asap cair dapat menggantikan obat – obatan kimia sebagai sebagai anti bakteri / jamur.
3.

Pemberian obat anti bakteri / jamur dapat digantikan dengan pemberian asap cair.
4.

Dengan menggunakan asap cair sebagai pengganti bahan kimia anti bakteri / jamur, maka akan dapat mengurangi sebagian pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan kimia yang tidak ramah lingkungan dalam proses pengawetan kulit.

Ok siapa yang mau coba…?

untuk pemesanan produk bisa menghubungi saya di

Untuk yang berminat, silahkan bisa memesan secara On line
Aplikasi pembayaran :
Kirim ke No Rek : 445-0961-391 an: Mansur Mashuri
BCA KCP Katamso Yogyakarta
Konfirmasi pembayaran :
email : mansur_mash@yahoo.com
blig : http://produkkelapa.wordpress.com
kantor : Jl. Nitikan Baru no 9 Yogyakarta
Contact Person : Mansur Mashuri (081328042283)

Berbahaya, Penyamakan Kulit dengan Menggunakan Bahan Kimia

YOGYAKARTA - Di hampir setiap tahapan penyamakan kulit, proses tersebut selalu menggunakan bahan kimia berbahaya dan beracun, terlebih pada tahap pre-tanning dan tanning.

Bahan-bahan kimia yang digunakan disinyalir hanya 70% saja yang terikat pada kulit dan sisanya menjadi limbah, baik cair maupun padat. Bahan-bahan kimia tersebut menjadi buangan yang sangat potensial mencemari lingkungan karena sifatnya yang sangat kompleks dan sulit untuk penanganannya.

Di samping itu komponen kulit yang berupa limbah fleshing, trimming, spliting, shaving, dan buffing ataupun hasil hidrolisis selama proses pre-tanning akan segera membusuk dan menimbulkan gas dan bau yang menyengat bila tidak segera ditangani dengan baik.

Menurut Prof Dr Ir Suharjono Triatmojo MS, penanganan limbah itu memerlukan teknologi yang maju, peralatan yang mahal, dan sumber daya manusia berkualitas dengan biaya tinggi.

Penanganan limbah selama ini dinilainya tidak menyelesaikan masalah, hanya mengubah dari fase satu ke fase lainnya dan memindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Perubahan Sikap ”Karena itu, para ahli kimia dan penyamakan kulit selalu berusaha untuk mencarikan pengganti bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun ini dengan bahan yang lebih ramah lingkungan. Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses produktif dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Hal itu dikenal sebagai produk bersih (cleaner production),” ungkapnya saat dikukuhkan sebagai guru besar Fakultas Peternakan UGM, baru-baru ini.

Penerapan produk bersih ini, lanjut dia, memerlukan perubahan sikap dan manajemen yang bertanggung jawab pada lingkungan serta evaluasi teknologi yang dipilih dan digunakan oleh suatu organisasi.

Pada proses industri, produksi bersih berarti meningkatkan efisiensi pemakaian bahan baku, energi, mencegah atau mengganti penggunaan bahan-bahan berbahaya dan beracun, mengurangi jumlah dan tingkat racun semua emisi dan limbah sebelum meninggalkan proses.

”Produk produksi bersih ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan selama daur hidup produk, mulai dari pengambilan bahan baku sampai ke pembuangan akhir produk tersebut,” tandasnya di ruang Balai Senat UGM. (P12-70)

suaramerdeka.com

Penyamakan Kulit

Berkurangnya jumlah ternak (ruminansia) yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) karena imbas krisis ekonomi yang berkepanjangan ikut menyulitkan industri penyamakan kulit dalam negeri. Beberapa perusahaan yang bergerak di industri ini sudah kesulitan untuk memperoleh pasokan bahan baku kulit. Sebuah perusahaan sejenis di daerah Malang, setiap harinya mampu menghasilkan produk kulit sebanyak 300 - 500 lembar terdiri dari kulit kambing, domba dan sapi. Pada saat nilai Dollar menguat akibat terpuruknya nilai Rupiah, kebanyakan hasil produksi tersebut diekspor ke beberapa negara Eropa dan Asia. Harga rata-rata kulit sapi setengah jadi dihitung berdasarkan satuan per square feet yaitu berkisar US$ 1,7 sedangkan harga kulit jadi (kulit sapi) dihargai US$ 2,4 - 2,6.

Terdapat 2 jenis kulit yaitu kulit berkelas yang bebas dari pewarna dan tidak mengandung metal lebih besar dari 62,5 ppm, sedangkan kulit samak adalah kulit setengah jadi sebagai bahan baku untuk industri sepatu atau garmen. Penyamakan kulit terdiri atas banyak proses yang saling berurutan. Pada saat kulit mentah (rohet) memasuki proses awal, akan diseleksi untuk menghasilkan (menyisihkan) kulit berkelas. Tahapan proses dilakukan dalam drum yang berkapasitas memproses 400 - 600 lembar kulit sekaligus. Penyamakan dilakukan untuk mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktivitas mikroorganisma, proses kimia maupun fisik menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap faktor-faktor perusak tersebut. Yaitu dengan memasukkan bahan penyamak ke dalam jaringan kulit yang berupa jaringan kolagen sehingga terbentuk ikatan kimia antara keduanya menjadikan lebih tahan terhadap faktor perusak. Zat penyamak bisa berupa penyamak nabati, sintetis, mineral, dan penyamak minyak.

Penyamakan kulit terdiri atas banyak proses panjang, dan garis besarnya dibagi 3 proses utama yaitu proses awal (beam house atau proses rumah basah), proses penyamakan, dan finishing. Proses awal terdiri atas perendaman (untuk mengembalikan kadar air yang hilang selama proses pengeringan sebelumnya, kulit basah lebih mudah bereaksi dengan bahan kimia penyamak, membersihkan dari sisa kotoran, darah, garam yang masih melekat pada kulit), pengapuran (membengkakan kulit untuk melepas sisa daging, menyabunkan lemak pada kulit, pembuangan sisik, pembuangan daging, pembuangan kapur (deliming) (untuk menghilangkan kapur dan menetralkan kulit dari suasana basa, menghindari pengerutan kulit, menghindari timbulnya endapan kapur), pengikisan protein, pengasaman (pickle) (untuk memberikan suasana asam pada kulit sehingga lebih sesuai dengan senyawa penyamak dan kulit lebih tahan terhadap seranga bakteri pembusuk). Pada kulit sapi, dilakukan proses pembuangan bulu menggunakan senyawa Na2S.

Sesuai dengan jenis kulit, tahapan proses penyamakan bisa berbeda. Kulit dibagi atas 2 golongan yaitu hide (untuk kulit berasal dari binatang besar seperti kulit sapi, kerbau, kuda dll), dan skin (untuk kulit domba, kambing, reptil dll). Jenis zat penyamak yang digunakan mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh. Penyamak nabati (tannin) memberikan warna coklat muda atau kemerahan, bersifat agak kaku tetapi empuk, kurang tahan terhadap panas. Penyamak mineral paling umum menggunakan krom. Penyamak krom menghasilkan kulit yang lebih lemas, lebih tahan terhadap panas. Lewat proses penyamakan, dilakukan proses pemeraman yaitu menumpuk atau menggantung kulit selama 1 malam dengan tujuan untuk menyempurnakan reaksi antara molekul bahan penyamak dengan kulit.

Proses penyelesaian (finishing) menentukan kualitas hasil akhir (leather). Terdiri atas beberapa tahapan proses yang bervariasi sesuai dengan jenis kulit, bahan penyamak yang digunakan, dan kualitas akhir yang diinginkan. Proses finishing akan membentuk sifat-sifat khas pada kulit seperti kelenturan, kepadatan, dan warna kulit. Proses perataan (setting out) bertujuan untuk menghilangkan lipatan-lipatan yang terbentuk selama proses sebelumnya dan mengusahakan terciptanya luasan kulit yang maksimal. proses perataan sekaligus juga akan mengurangi kadar air karena kandungan air dfalam kulit akan terdorong keluar (striking out). Beberapa proses lanjutan lainnya adalah pengeringan (mengurangi kadar air kulit sampai batas standar biasanya 18 - 20 %), pelembaban (menaikkan kandungan air bebas dalam kulit untuk persiapan perlakuan fisik di proses selanjutnya), pelemasan (melemaskan kulit dan mengembalikan kerutan-kerutan sehingga luasan kulit menjadi normal kembali), pementangan (untuk menambah luasn kulit), pengampelasan (untuk menghalukan permukaan kulit). Kulit samakan bisa dicat untuk memperindah tampilan kulit.


Bisnis Indonesia

KINERJA SEQUENCING BATCH REACTOR (SBR) UNTUK PENYISIHAN COD DALAM AIR LIMBAH PENYAMAKAN KULIT

KINERJA SEQUENCING BATCH REACTOR (SBR) UNTUK PENYISIHAN COD DALAM AIR LIMBAH PENYAMAKAN KULIT DENGAN PARAMETER RASIO WAKTU PENGISIAN TERHADAP WAKTU REAKSI

Sudaryati Cahyaningsih*, Widyarani*
* Pusat Penelitian Kimia - LIPI
Kampus LIPI Cisitu - Sangkuriang Bandung 40135
telf. 62 22 2503051/ fax. 62 22 2503240
email:widyarani@gmail.com

Abstrak

Industri penyamakan kulit menghasilkan air limbah yang memiliki kandungan organik tinggi, di mana konsentrasi COD berkisar antara 125—25.520 mg/l. Percobaan untuk menguji kinerja Sequencing Batch Reactor (SBR) untuk penyisihan COD dilakukan dengan variasi perbandingan waktu pengisian dan waktu reaksi (p/r) 2:4, 2:6, dan 2:8 jam dan variasi beban organik 1.500 mg/l COD, 2.500 mg/l COD, dan 3.500 mg/l COD. Laju penyisihan substrat pada beban rendah terutama didominasi selama fase pengisian, sedangkan untuk beban tinggi laju penyisihan organik dominan terjadi pada fase reaksi.Untuk beban organik 2.500 mg/l COD dan 3.500 mg/l COD, kinerja optimal dicapai pada rasio p/r 2:6 dengan efisiensi penyisihan COD rata-rata 74,61% dan 85,47%. Untuk beban organik 1.500 mg/l COD, kinerja optimal dicapai pada rasio p/r 2:8 dengan efisiensi penyisihan COD rata-rata 69,63%.

Kata Kunci:air limbah penyamakan kulit; SBR; COD; p/r


SEQUENCING BATCH REACTOR PERFORMANCE ON COD REMOVAL FROM TANNERY WASTEWATER WITH FILL-REACTION TIME RATIO VARIATION

Abstract

Tannery industry generates wastewater with high organic content, that COD concentration ranges from 125 to 25,520 mg/l. Experiment to measure Sequencing Batch Reactor (SBR) performance for COD removal was performed with fill time/reaction time (f/r) ratio variation of 2:4, 2:6 and 2:8 hours and organic load variation of 1,500 mg/l COD; 2,500 mg/l COD and 3,500 mg/l COD. Substrate removal rate on low organic load was dominant during fill phase, while on high organic load was dominant during react phase. For 2,500 mg/l COD and 3,500 mg/l COD load, optimum performance were achieved on f/r ratio 2:6 with average COD removal efficiency of 74,61% and 85.47% respectively. For 1,500 mg/l COD, optimum performance was achieved on f/r ratio 2:8 with average COD removal efficiency of 69.63%.

Keywords:tannery wastewater; SBR; COD; f/r



1. Pendahuluan
Meningkatnya kebutuhan akan barang-barang kulit memicu peningkatan aktivitas industri kulit, termasuk industri penyamakan mengolah kulit mentah menjadi kulit samak. Pada proses penyamakan, semua bagian nonkolagen dari kulit dihilangkan karena hanya kolagen yang bereaksi dengan bahan penyamak. Terdapat tiga tahapan pokok dalam industri penyamakan kulit yaitu pengerjaan basah (beamhouse), penyamakan (tanning), dan penyelesaian akhir (finishing). Masing-masing tahapan ini terdiri atas beberapa macam proses yang membutuhkan tambahan bahan kimia dan umumnya menggunakan air dalam volume besar. Teknologi konvensional menggunakan + 34-56 m3 air/ton bahan mentah dan + 300 kg bahan kimia/ton bahan mentah, antara lain berupa sodium sulfida, kapur, garam amonium, enzim, asam sulfat, NaCl, krom, dan Na2CO3.
Karakteristik air limbah penyamakan kulit sangat dipengaruhi oleh jenis dan karakteristik kulit serta teknologi yang digunakan. Tiap tahapan proses menghasilkan air limbah dengan karakteristik yang berbeda. Komposisi air limbah umumnya terdiri atas 40% air dan 60% padatan termasuk kolagen, lemak, protein, dll. Karakteristik air limbah penyamakan kulit keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Air Limbah Penyamakan Kulit
Parameter Satuan Kualitas Air Limbah
pH
TSS
COD
BOD
Grease
NH3
Khromium
Sulfida
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l 6 – 10
295 – 3.320
125 – 25.520
100 – 10.500
7 – 185
0 06 – 45
0 – 1.621
0 – 103
• Sumber: BBKKP (1995) dalam Cahyaningsih (2001)

Sistem pengolahan limbah industri penyamakan kulit saat ini lebih banyak dilakukan secara fisik-kimia yang dapat mereduksi khromium hingga 95%, sulfida hingga 100%, dan BOD hingga 80%, namun umumnya tinggi dalam biaya operasional dan menghasilkan lumpur hasil olahan yang mengandung khromium. Pengolahan air limbah secara biologis merupakan alternatif terhadap pengolahan fsik-kimia, terutama untuk menyisihkan bahan organik terlarut dan koloid. Kelebihan pengolahan biologi adalah efektif, mudah dioperasikan, dan ekonomis. Meskipun demikian, kinerja proses biologi sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme.
Sistem Sequencing Batch Reactor (SBR) adalah modifikasi activated sludge dari sistem kontinu menjadi diskontinu (batch). Pada SBR proses aerasi dan sedimentasi berlangsung dalam satu tangki. Pengoperasian SBR terdiri atas lima siklus yaitu fill (pengisian), react (reaksi), settle (pengendapan), decant/draw (pembuangan), dan idle (stabilisasi/pelaparan).
Pada penelitian ini akan dilihat kemampuan SBR untuk mengolah COD dalam air limbah industri penyamakan kulit dengan variasi waktu pengisian dan waktu reaksi, agar didapatkan kinerja reaktor yang optimal.

2. Metodologi
Pada penelitian ini digunakan reaktor dari bahan gelas dengan volume operasi 20 liter. Reaktor dilengkapi dengan aerator yang dipasang pada dasar reaktor. Gelembung udara yang terbentuk selain berfungsi untuk memberikan suplai oksigen juga berfungsi untuk mengaduk mixed liquor yang ada di dalam reaktor. Rangkaian model instalasi pengolahan air limbah ditunjukkan pada Gambar 1.


Gambar 1. Model Instalasi Pengolahan Air Limbah

Lamanya waktu pengisian dijaga konstan selama 2 jam sedangkan waktu reaksi divariasikan selama 4, 6, dan 8 jam. Beban organik yang digunakan adalah 3.500 mg/l COD yang juga dibandingkan dengan 2.500 mg/l COD dan 1.500 mg/l COD. Pengoperasian reaktor dilakukan dalam kondisi aerob di mana konsentrasi DO dijaga agar > 2 mg/l O2.
Seeding dan aklimatisasi dilakukan secara batch. Benih ditumbuhkan secara aerob dalam media amilum dengan pengayaan nutrisi NH4Cl, MgSO4.7H2O, K2HPO4, CaCl2, dan FeCl3.
Pengumpulan data diambil secara berturut-turut untuk 3 siklus. Sampel diambil pada titik umpan, kondisi awal reaktor, 1 jam pengisian, 2 jam pengisian yang merupakan awal reaksi, setengah reaksi, akhir reaksi, dan akhir sedimentasi (keluaran). Parameter yang diukur adalah COD (Standard Methods 5220.C), VSS (Standard Methods 2540.E), pH dengan pHmeter glass electrode, konsentrasi DO dengan DO-meter, dan temperatur.

3. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengukuran konsentrasi COD dengan rasio pengisian:reaksi (p/r) 2:4 jam ditunjukkan pada Gambar 2.


Gambar 2. Kurva Pengaruh Rasio p/r 2:4 jam Terhadap Perubahan COD Pada Beban + 3.500 mg/l COD

Fenomena perubahan konsentrasi COD dari jam ke jam pada setiap siklusnya relatif sama. Pada saat pengisian 1 jam terjadi penurunan materi organik, karena adanya pengenceran dan adanya aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi substrat. Kemudian pada akhir pengisian terlihat adanya sedikit kenaikan konsentrasi organik. Hal ini disebabkan bioreaktor tidak lagi melakukan pengenceran sedangkan laju aktivitas mikroorganisme mendegradasi substrat tampaknya tidak mampu mengimbangi laju penambahan substrat. Selama reaksi, konsentrasi organik terus menurun seiring dengan adanya aktivitas biomassa dalam penguraian substrat.
Efisiensi penyisihan organik COD rasio p/r 2:4 jam dari ketiga siklus yang diamati relatif cukup konstan, berkisar antara 80,35% sampai 82,18%. Dengan beban yang tinggi, waktu reaksi 4 jam tidak cukup bagi biomassa untuk menguraikan materi organik sampai tingkat yang memuaskan. Kestabilan tingkat penyisihan substrat pada variasi ini, antara lain disebabkan oleh konsentrasi COD awal bioreaktor untuk setiap siklus relatif sama.
Untuk beban yang lebih rendah, rasio p/r 2:4 juga memberikan hasil yang kurang memuaskan yaitu rata-rata 62,49% dan 42,28% untuk beban 1.500 mg/l COD dan 2.500 mg/l COD.
Hasil pengukuran konsentrasi COD dengan rasio p/r 2:6 jam ditunjukkan pada Gambar 3.


Gambar 3. Kurva Pengaruh Rasio p/r 2:6 jam Terhadap Perubahan COD Pada Beban + 3.500 mg/l COD

Sebagaimana terlihat pada Gambar 3, pada rasio p/r 2:6 jam ini fenomena perubahan konsentrasi COD dari jam ke jam pada setiap siklusnya relatif tidak stabil dibandingkan rasio p/r 2:4. Pada siklus ke-2 di awal pengisian tampaknya biomassa relatif lamban beradaptasi dengan substrat daripada siklus lainnya. Akibatnya di akhir masa pengisian tingkat penyisihan hanya mencapai 20,83%, sedangkan tingkat penyisihan pada siklus ke-1 dapat mencapai 52,00% dan siklus ke-3 47,50%. Adanya penumpukan materi organik di akhir pengisian menyebabkan pembebanan yang relatif besar pada bioreaktor selama fase reaksi. Dari Gambar 3 terlihat bahwa fase sedimentasi selama 4 jam cukup berperan dalam menyisihkan materi organik. Efisiensi penyisihan pada akhir reaksi berkisar antara 59,17% sampai 84,00%, sedangkan efisiensi penyisihan keseluruhan berkisar antara 78,61% sampai 89,09%.
Hasil pengukuran konsentrasi COD dan efisiensi penyisihan COD dengan rasio p/r 2:8 jam ditunjukkan pada Gambar 4.
Pada rasio p/r 2:8 jam, perubahan konsentrasi COD dari jam ke jam dan efisiensi penyisihan substrat dari setiap siklus relatif konstan. Pada waktu reaksi 6 jam, penumpukan materi yang terjadi di akhir fase pengisian mempengaruhi penyisihan pada akhir reaksi namun terkompensasi oleh pengendapan. Pada rasio p/r 2:8 jam, panjangnya waktu reaksi sehingga dapat mengatasi penumpukan materi di akhir periode reaksi, dalam hal ini materi organik yang tidak tersisihkan selama fase pengisian akan dioksidasi lebih lanjut oleh biomassa pada fase reaksi. Meskipun demikian pada akhir fase sedimentasi tampaknya terjadi penumpukan kembali materi organik yang menurunkan efisiensi penyisihan.


Gambar 4. Kurva Pengaruh Rasio p/r 2:8 jam Terhadap Perubahan COD Pada Beban + 3.500 mg/l COD

Untuk beban 1.500 mg/l COD didapatkan efisiensi penyisihan rata-rata 69,63% yang hanya sedikit lebih tinggi dari hasil yang didapatkan untuk rasio p/r 2:6. Untuk beban 2.500 mg/l COD didapatkan efisiensi penyisihan rata-rata 72,91% yang lebih rendah dari hasil yang didapatkan untuk rasio p/r 2:6.
Efisiensi penyisihan COD yang didapatkan pada percobaan ini untuk rasio p/r 2:6 dan beban 3.500 mg/l COD (85,5%) mendekati hasil percobaan Goltara dkk (2003) yang mengolah air limbah penyamakan kulit dari proses pengerjaan basah (beamhouse) menggunakan Membrane SBR, di mana setelah tahap aklimatisasi penyisihan COD berkisar antara 85% - 95%. Air limbah pada proses beamhouse memiliki beban organik relatif rendah, berkisar antara 732-1.576 mg/l COD.
Untuk semua variasi beban dan waktu, penyisihan organik cukup besar terjadi pada fase pengisian. Untuk beban rendah (1.500 mg/l COD), hasil ini bersesuaian dengan hasil yang didapatkan pada percobaan Handayani (2003) yang menggunakan SBR untuk mengolah air limbah rumah pemotongan hewan. Untuk beban sedang dan tinggi, fase reaksi dan sedimentasi berperan dalam penyisihan organik karena adanya penumpukan materi organik pada akhir fase pengisian.
Pada SBR sebagai proses cyclic, terdapat keterkaitan antara suatu siklus dengan siklus berikutnya, dalam hal ini kinerja siklus pertama akan mempengaruhi siklus kedua, dan seterusnya. Pada percobaan ini siklus tidak memberikan perbedaan efisiensi. Hal ini dapat disebabkan masukan substrat yang seragam pada tiap siklus.
Dari percobaan ini, terlihat bahwa untuk tahap operasional, rasio p/r 2:6 lebih tepat digunakan untuk beban organik sedang dan tinggi (2.500 dan 3.500 mg/l COD). Untuk beban 1.500 mg/l COD, efisiensi tertinggi yang didapatkan dari rasio p/r 2:8 hanya mencapai rata-rata 69,63%. Waktu operasi yang lama menjadi tidak ekonomis untuk penyisihan beban organik yang rendah sehingga diperlukan modifikasi siklus operasi dengan pendekatan yang berbeda. Alternatif lainnya adalah dengan menstabilkan masukan air limbah dan mempertahankan nilai yield biomassa (Y) rendah agar kinerja tiap siklus seragam dan optimal.

4. Kesimpulan
Secara keseluruhan kinerja SBR cukup optimum untuk mengolah air limbah industri penyamakan kulit dengan beban organik sedang dan tinggi (2.500 mg/l COD dan 3.500 mg/l COD). Rasio p/r berpengaruh terhadap penyisihan COD, di mana efisiensi penyisihan optimum sebesar 74,61% (beban sedang) dan 85,47% (beban tinggi) tercapai pada rasio p/r 2:6. Laju penyisihan substrat pada beban rendah terutama didominasi selama fase pengisian, sedangkan untuk beban tinggi laju penyisihan organik dominan terjadi pada fase reaksi.

Daftar Pustaka
[1] ---, (2002), “Treatment of Tannery Wastewater”, Infogate, Naturgerechte Technologien, Bau- und Wirtschaftsberatung (TBW) GmbH, Frankfurt, Germany.
[2] Cahyaningsih, S., (2001), “Kinerja Bioreaktor Anaerob Media Tetap Aliran ke Atas Bermedia Bambu untuk Mengolah Air Limbah Industri Penyamakan Kulit”, Tesis Magister, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
[3] Goltara, A., J. Martinez, dan R. Mendez., (2003), “Carbon and Nitrogen Removal from Tannery Wastewater with a Membrane Bioreactor”, Water Sci. Tech., Vol. 48 No. 1, halaman 207-214.
[4] Handayani, D.A., (2003), “Kinetika Sequencing Batch Reactor Aerob Setelah Flotasi Udara Terlarut Pada Pengolahan Air Buangan Rumah Potong Hewan”, Tesis Magister, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
[5] Metcalf & Eddy, (1991), “Wastewater Engineering: Treatment Disposal Reuse”, edisi 3, McGraw Hill International Edition, Singapore.

 
 
 
Powered By Blogger