Kenaikan Tarif Listrik Ganjal Arus Investasi

Selasa, 13 Juli 2010

TEMPO Interaktif, Jakarta - Kenaikan tarif dasar listik telah menghambat masuknya investasi ke Indonesia. Salah satunya rencana investasi di industri alas kaki. Sebelumnya, dikabarkan produsen alas kaki Taiwan akan merelokasi pabriknya dari Cina dan Vietnam ke Jawa Timur. Investasi tersebut senilai US$ 150 juta.

"Belum ada kelanjutan (rencana investasi itu) dari investor. Permasalahan tarif ini juga yang menjadi problem pnghambat itu," kata Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko, usai rapat pembahasan kenaikan tarif dasar listrik di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (12/7).

Sebelumnya, kata Eddy, para investor sudah berencana mulai beroperasi tahun lalu. "Saat itu, masalahnya adalah ketersediaan listrik. Namun, tahun ini tetap terhambat karena tarif listrik juga belum jelas apakah akan ada penambahan daya dan tarif," ujarnya.

"Padahal industri sepatu butuh sekitar 200- 1000 kVA untuk bisa beroperasi," kata dia. Eddy melihat, pemerintah tidak berniat untuk memberikan insentif pada investor. "Baik terkait listrik, pajak, dan berbagai macam izin yang membuat investor menunda rencana mereka," tutur dia.

Senada dengan Eddy, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, mengatakan dengan kenaikan tarif listrik akan membuat investor menahan rencana investasinya. Sebab, mereka akan menghitung kembali biaya investasi yang harus dikeluarkan. "Padahal, potensi investasi tahun ini bisa US$ 100 juta," kata dia.

Selain hambatan investasi, kenaikan tarif dasar listrik juga akan mematikan pengusaha. "Kenaikan TDL juga akan membuat masuknya barang impor lebih banyak ke Indonesia. Karena harga barang impor akan lebih stabil," ujarnya.

Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Nasional, Franky Sibarani juga menyebutkan kenaikan tarif listrik akan membuat daya saing produk dalam negeri turun. "Dengan TDL dipastikan biaya produksi dan biaya akomodasi meningkat sementara daya beli tidak mampu," kata dia. "Hal ini mengancam industri."

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
Powered By Blogger