Industri ancam pangkas produksi dan buruh

Selasa, 13 Juli 2010

Oleh: Yusuf Waluyo Jati
JAKARTA (Bisnis.com): Para pebisnis manufaktur mengancam akan memangkas produksi dan tenaga kerja besar-besaran mulai pertengahan Agustus akibat terimpit oleh skenario penaikan harga listrik indusri oleh PT PLN (Persero).
Kondisi yang dinilai sangat buruk bagi iklim investasi itu bisa segera terjadi jika pemerintah tetap berkeras menolak penurunan harga listrik industri kalangan pengusaha pascakenaikan tarif dasar listrik (TDL) 10% pada 1 Juli 2010.
Pengusaha menilai dampak penurunan produksi itu akan mempersempit industri meningkatkan penyerapan tenaga kerja baru sekitar 6 juta orang pada 2010. Sebaliknya, mereka memprediksi jumlah tenaga kerja justru terancam menyusut seiring dengan penurunan produksi.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman menilai penaikan harga listrik industri berdasarkan perhitungan koefisien (k) 1,4—2,0 sangat menekan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) berbasis kain dan benang.
“Kedua industri ini yang akan tertekan lebih dahulu karena sangat lahap energi. Pemerintah kita sangat hebat mencari waktu untuk membonsai gerak industri. Sebab, penaikan harga listrik ini tepat bersamaan dengan kenaikan tarif tol dan penguatan rupiah,” katanya kepada Bisnis.com, hari ini.
Menurut dia, kenaikan tarif tol akan meningkatkan ongkos angkut sedangkan penguatan rupiah terhadap dolar AS akan memicu impor besar-besaran baik di sektor bahan baku dan produk hilir. “Pemerintah sama sekali tak menggubris keinginan pengusaha untuk tidak menaikkan tarif listrik terlalu besar,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan sektor alas kaki akan terbebani kenaikan tarif listrik industri sekitar 47,07% sehingga akan menurunkan produksi hingga 50% karena terbebani kenaikan biaya produksi 10% - 15%.
“Kalau tarif ini tetap dinaikkan, akan ada dua konsekuensi logis yang terjadi yakni PHK dan penutupan pabrik. PHK di sektor alas kaki akan mencapai 40.000 orang yang sebagian besar adalah tenaga kerja kontrak mulai pertengahan Agustus,” katanya.
Akibatnya, pada September – November, akan ada kekosongan order terutama di industri alas kaki nonbranded (tak bermerek). Sejauh ini, lanjut Eddy, industri alas kaki merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja kontrak.
Karena itu, pengusaha tak akan segan memangkas karyawan kontrak sebesar-besarnya jika perusahaan alas kaki mengalami tekanan berat akibat kenaikan tarif listrik industri. Selanjutnya, pengusaha terancam bergelut dengan masalah sosial yang sulit dituntaskan dalam waktu singkat.(msb)

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
Powered By Blogger